POLA RELASI PENCAMBUK-PENANGKIS DALAM TARIAN CACI DAN SUMBANGANNYA PADA ELEGANSI DIALOG DI INDONESIA
Abstract
This paper aims to explore the intersubjective relationship between the whipper (paki) and the parrier (ta’ang) in caci, a traditional dance from Manggarai, East Nusa Tenggara Province. For that purpose, this study applied the phenomenological method. In this method, caci is described based on what actually transpires during the performance when the researchers made direct observations. As a native Manggarai, the researcher has watched the dance for many years. Data from the phenomenological study were analyzed using Armada Riyanto’s philosophical concept of intersubjective relationality. This study found that the relationship between the whipper and the parrier in caci is not a subject-object but intersubjective one. The intersubjectivity of the whipper-parrier relationship is demonstrated by several facts. First, there is subjective identity of the whipper and parrier in the form of their names. Second, there is affirmation of identity and its confirmation during the dance. Third, the act of whipping and parrying does not involve a large group of people, but only the whipper and parrier as individual actors. Fourth, the whipper and parrier are aware of the other party’s presence and role. Fifth, the whipper is aware of the presence and role of the parrier and vice versa. Sixth, the whipper and parrier are encountering each other with mutual respect. The intersubjective element of the whipper-parrier relationship is highly relevant to the promotion of elegant intercultural dialogues in Indonesia.
Bahasa Abstract
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi relasi intersubjektif antara pencambuk (paki) dan penangkis (ta'ang) dalam tarian Caci Manggarai. Untuk tujuan itu, penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Dengan metode ini, tarian Caci dideskripsikan berdasarkan apa yang dipresentasikan oleh tarian Caci itu sendiri ketika peneliti melakukan pengamatan secara langsung. Sebagai orang Manggarai asli, sudah barang tentu peneliti menonton tarian Caci selama bertahun-tahun. Data hasil penelitian fenomenologis itu dianalisis dengan menggunakan perspektif filsafat relasionalitas intersubjektif Armada Riyanto. Penelitian ini menemukan bahwa pola relasi antara pencambuk dan penangkis dalam tarian Caci bukan subjek-objek melainkan intersubjektif. Intersubjektivitas relasi pencambuk-penangkis tampak dari beberapa hal berikut: 1) adanya identitas subjektif (nama) dari pencambuk dan penangkis, 2) adanya afirmasi identitas dan konfirmasinya, 3), tindakan mencambuk dan menangkis tidak dilakukan secara gerombolan-massal, tetapi pencambuk dan penangkis adalah pelaku individual atas tindakannya sendiri, 4) pencambuk dan penangkis menyadari keberadaan dan perannya masing-masing, 5) pencambuk menyadari keberadaan dan peran penangkis, sebaliknya penangkis menyadari keberadaan pencambuk dan perannya, 6) pencambuk dan penangkis saling menghadapi dengan sikap hormat. Komponen relasi intersubjektif pencambuk-penangkis tersebut sangat relevan untuk elegansi dialog di Indonesia.
References
Anwar, M. Syafi’i. 2009. “Ketika Pluralisme Diharamkan Dan Kebebasan Berkeyakinan Dicerai.” In Merayakan Kebebasan Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, edited by Sumanto, 454. Jakarta: ICRP.
Aristo, Martinus, Dedy Setiawan, and Ferdinandus Bate Dopo. 2022. “Analisis Fungsi dan Bentuk Komposisi Gong-Gendang sebagai Alat Musik Pengiring Tarian Caci di Wongko Lema Desa Golo Lebo Kecamatan Elar Kabupaten Manggarai Timur.” Jurnal Citra Pendidikan 2 (1): 1–13.
Bagus, Lorens. 1992. “Edmund Husserl: Kembalilah pada Benda-benda Itu Sendiri.” In Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, edited by Mudji Sutrisno and Budi Hardiman, 83–92. Yogyakarta: Kanisius.
———. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Edi, Maria Grace Putri. 2017. “Nilai Moral yang Terkandung dalam Tarian Caci di Desa Batu Cermin Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat.” Universitas Negeri Malang.
Edu, Ambor Leonangung, Elsita Lisnawati Guntar, and Yuliana Jetia Moon. 2017. “Kajian Semiotik dan Nilai Heroisme pada Tarian Caci Orang Manggarai, Nusa Tenggara Timur.” IN Eksplorasi Budaya dan Masyarakat dalam Pendidikan, edited by Fransiska Widyawati, 41–76. Ruteng: STKIP St. Paulus.
Erb, Maribeth. 2010. “Kebangkitan Adat di Flores Barat: Budaya, Agama dan Tanah.” In Adat Dalam Politik Indonesia. Terj, Emilius Ola Kleden & Nina Dwisasanti. Edited by David Henley, Jamie Seth Davidson, and Sandra Moniaga, 279. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia & KITLV-Jakarta.
Erot, Alex. 2005. Pencerahan Adat Istiadat Tradisional Ala Manggarai. Cancar: Dinas P & K Kecamatan Ruteng.
Huizinga, Johan. 1990. Homo Ludens: Fungsi dan Hakekat Permainan dalam Budaya. Terj. Hasan Basari. Jakarta: LP3ES.
Jampi, Hironimus, Muhammad Nawir, and Hadisaputra Hadisaputra. 2019. “Nilai Kesenian Budaya Tarian Caci pada Masyarakat Manggarai Kabupaten Manggarai Timur.” Equilibrium: Jurnal Pendidikan 7 (2): 235–41.
Maure, Osninan Paulina, and Gabriela Purnama Ningsi. 2018. “Ekplorasi Etnomatematika pada Tarian Caci Masyarakat Manggarai Nusa Tenggara Timur.” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Etnomatnesia, 340–47.
Ngancu, Rivaldus. 2021. “Menelisik Pelanggaran Moral di Balik Tindakan Kekerasan dalam Tarian Caci sebagai Warisan Budaya Manggarai .” Maumere: STFK Ledalero.
Nggoro, A. M. 2006. Budaya Manggarai: Selayang Pandang. Ende: Nusa Indah.
Nggoro, A. M, FX.Adji Samekto, and Sukirno. 2019. “Tradition of Caci Manggarai: The Spirit of Politics of Customary Inheritance Law for Democratic and Gender Equitable Law” 363 (ICILS): 216–20. https://doi.org/10.2991/icils-19.2019.37.
Pratiwi, Mirza Ayunda. 2021. “Perkembangan Teori Konflik Organisasi.” Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ( STIE) Pembangunan Tanjungpinang 4 (1): 51–65.
Pusat Bahasa - Depdiknas RI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (2007). Jakarta: Balai Pustaka.
Riyanto, Armada. 2014. Katolisitas Dialogal: Ajaran Sosial Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
———. 2018. Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen. Yogyakarta: Kanisius.
Royani, Ahmad. 2014. “Manajemen Konflik Keagamaan.” Edukasi, no. 1: 23–30.
Sawaludin, Sawaludin, and Muhamad Salahudin. 2016. “Nilai-Nilai Karakter Bangsa dalam Tradisi Tari Caci di Masyarakat Manggarai Desa Golo Ndoal Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur.” CIVICUS: Pendidikan-Penelitian-Pengabdian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 4 (2): 59–64.
Sihotang, Kasdin. 2009. Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme. Yogyakarta: Kanisius.
Sudiarja, A., G. Budi Subanar, St. Sunardi, and T. Sarkim, eds. 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: Gramedia.
Sutam, Inosensius. 2012. “Menjadi Gereja Katolik yang Berakar dalam Kebudayaan Manggarai.” In Iman, Budaya dan Pergumulan Sosial, edited by Martin Chen and Charles Suwendi, 100:157–90. Jakarta: Obor.
Toda, Dami N. 1999. Manggarai: Mencari Pencerahan Historiografi. Ende: Nusa Indah.
Verheijen, A. J. 1967. Kamus Manggarai-Indonesia. S-Gravenhage-Martinus Nijhoff: Koninklijk Instituut Voor Taal Land- En Volkendkunde.
Sumber Gambar
Gambar 1. floreskoee.blogspot.com. [diakses 2 Februari 2023]
Gambar 2. r.search.yahoo.com. [diakses 5 Februari 2023]
Gambar 3. www.indonesiakaya.com. [diakses 12 Februari 2023]
Gambar 4. floreskoee.blogspot.com. [diakses 2 Februari 2023]
Gambar 5. dok. pribadi.
Gambar 6. r.search.yahoo.com. [diakses 5 Februari 2023]
Gambar 7. floreskoee.blogspot.com. [diakses 2 Februari 2023]
Gambar 8. myimage.id. [diakses 12 Februari 2023]
Recommended Citation
Sailtus, Fransiskus, and Pius Pandor. 2024. POLA RELASI PENCAMBUK-PENANGKIS DALAM TARIAN CACI DAN SUMBANGANNYA PADA ELEGANSI DIALOG DI INDONESIA. Paradigma: Jurnal Kajian Budaya 14, no. 2 (August). 10.17510/paradigma.v14i2.1387.