•  
  •  
 

Abstract

The spice route has become a national discourse in the context of strengthening the Indonesian nation's maritime cultural identity. As one of the big nations, the archipelago was once a cross-national melting pot in the context of hunting and trading spices on an international scale. After all, spices were the prima donna commodity of their time, which raised the name of the archipelago to the international trade stage. This research was conducted to find out the history of the spice route in one of the archipelago regions, especially in Aceh. After all, Islam and the spice trade have become a part of the civilization of Aceh and the Archipelago. This research is a qualitative research, with an historical and anthropological method approach, in order to understand firsthand how the description of the spice trade route in Aceh, especially the western and southern regions of Aceh. The results showed that the West and South Coasts of Aceh had become the locus of one of the archipelago's spice trading centers from the late 18th century to the end of the 19th century AD. The progress of the spice trade was marked by the emergence of ports on the west coast, including the old Singkel port, Trumon , Susoh, Kuala Batu, Meulaboh, to Bandar Rigaih. The presence of the Trumon Kingdom, which was built from the rapid trade in spices and pepper, and the weakening influence and power of the Aceh Darussalam Kingdom, shows that there is a contestation of power between the Aceh Darussalam Kingdom, Dutch Colonial and local powers on the West coast. Among the spice commodities on the west coast of Aceh include; pepper, cloves, nutmeg, resin, and silk. However, the presence of spices on the West coast of Aceh contributed to the emergence of power contestation between the Kingdom of Aceh Darussalam, the Netherlands and the kingdoms on the West coast of Aceh, especially in the context of power struggles and spice commodities.

Bahasa Abstract

Jalur rempah telah menjadi wacana nasional dalam rangka penguatan jati diri identitas budaya kemaritiman bangsa Indonesia. Sebagai salah satu bangsa besar, Nusantara pernah menjadi melting pot lintas-bangsa dalam rangka pemburuan dan perdagangan rempah berskala internasional. Bagaimanapun, rempah adalah komoditas primadona pada masanya, yang mengangkat nama Nusantara ke panggung perdagangan internasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana sejarah jalur rempah di salah satu kawasan Nusantara, khususnya di Aceh. Bagaimanapun, Islam dan perdagangan rempah telah menjadi sisi peradaban Aceh dan Nusantara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan pendekatan metode sejarah dan antropologi, guna memahami secara langsung bagaimana gambaran perdagangan jalur rempah di Aceh, khususnya kawasan Barat dan Selatan Aceh. Hasil penelitian menunjukkan jika Pantai Barat dan Selatan Aceh telah menjadi lokus salah satu dari pusat perdagangan rempah Nusantara akhir abad Ke-18 hingga penghujung abad 19 M. Kemajuan perdagangan rempah ditandai dengan kemunculan bandar-bandar di pesisir pantai barat, diantaranya bandar Singkel lama, Trumon, Susoh, Kuala Batu, Meulaboh, hingga Bandar Rigaih. Kehadiran Kerajaan Trumon yang dibangun dari pesatnya perdagangan rempah lada, dan seiring melemahnya pengaruh dan kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam menunjukkan adanya kontestasi kuasa antara Kerajaan Aceh Darussalam, Kolonial Belanda dan kekuasaan lokal di pantai Barat. Diantara komoditas rempah pantai Barat Aceh meliputi; lada, cengkih, pala, damar, dan sutra. Bagaimanapun, keberadaan rempah di pantai Barat Aceh ikut mendorong munculnya kontestasi kuasa antara Kerajaan Aceh Darussalam, Belanda dan kerajaan-kerajaan di pantai Barat Aceh, terutama dalam konteks perebutan kuasa dan komoditas rempah.

References

Anatona. 2000. “Perdagangan Budak Di Pulau Nias 1820-1860.” Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Annabel Teh Gallop, dkk. 2020. Nusantara Semasa Raffles; Catatan Dan Laporan Perjalanan Di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Timor, Rotti, Sewu, Flores, Dan Sumba. Yogyakarta: Ombak.

Aris Faisal Djamin. 2021. Susoh; Cahaya Kemilau Peradaban. Banda Aceh: Aceh Culture and Education.

Clark, George B. 2007. Battle History of the United States Marine Corps, 1775-1945. Jefferson, North Carolina, and London: McFarland & Company, Inc. Publisher.

Fairusy, Muhajir al. n.d. “‘MENJADI SINGKEL MENJADI ACEH, MENJADI ACEH MENJADI ISLAM’ (Membaca Identitas Masyarakat Majemuk Dan Refleksi Konflik Agama Di Wilayah Perbatasan-Aceh Singkel).” Sosiologi USK, Nomor 1 9 (Sosial Budaya): 17–33.

Fairusy, Muhajir Al. 2016. Singkel: Sejarah, Etnisitas Dan Dinamika Sosial. Edited by Muhajir Al-Fairusy. I. Bali: Pustaka Larasan.

Farish A Noor. 2014. “Attack, Reprisal and Dealing with the Media Fall-Out: The Battle of Quallah Battoo in 1832.” Media Syariah XVI: 255–86.

Guillot (Peny), Claude. 2014. Lobu Tua: Sejarah Awal Barus. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gusti Asnan. 2007. Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera. Yogyakarta: Ombak.

Herdiansyah, Haris,. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Howard Cincotta. 2004. “Garis Besar Sejarah Amerika.” In . Jakarta: Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Ismail, Muhammad Gade. 1991. “Seuneubok Lada, Uleebalang, Dan Kumpeni; Perkembangan Sosial Ekonomi Di Daerah Batas Aceh Timur, 1840-1942.” Leiden.

John Crawfurd, F.R.S. 2017. Sejarah Kepulauan Nusantara; Kajian Budaya, Agama, Politik Hukum, Dan Ekonomi; Volume II Dari III Volume. Yogyakarta: Ombak.

K. Subroto. 2019. “Serangan Ke Kuala Batu Aceh; Invasi Militer Pertama Amerika Serikat.”

Karen Goodrich-Hedrick. 1972. “Cruise of the United States Frigate Potomac.” Expedition , 1972.

Kathirithamby-Wells, J. 1969. “Achehnese Control over West Sumatra up to the Treaty of Painan, 1663.” Journal of Southeast Asian History 10 (3): 453–79. https://doi.org/10.1017/S0217781100005020.

Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. I. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Mawardi Umar. 2021. Mendukung Pertumbuhna Ekonomi Daerah Modal: Bank Indonesia Dalam Dinamika Perekonomian Aceh. Jakarta: Bank Indonesia Institute, Bank Indonesia.

Noeng Muhajir. 1996. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nurarta Situmorang. 2021. Naskah Sumber Arsip Rempah Nusantara Abad 17-18. Arsip Nasional Republik Indonesia.

Said, H Mohammad. 1981. Aceh Sepanjang Abad. I. Medan: Wadpada.

Said, Mohammad. 1985. Aceh Sepanjang Abad II. II. Medan: PT. Harian Waspada Medan.

Said Mudhahar Ahmad. 1992. Ketika Pala Mulai Berbunga: Seraut Wajah Aceh Selatan. Tapaktuan: Pemda Aceh Selatan.

Sartono Kartodirdjo. 1967. “Kolonialisme Dan Nasionalisme Di Indonesia Abad XIX-XX.” Lembaran Sejarah No.1. Yogyakarta: UGM., 1967.

Sumanto. 1995. Metodelogi Penelitian Sosial Dan Pendidikan. Yogyakarta.

Tanjung, Ida Liana. 2016. “Antara Orang Pasisir Dan Orang Batak Di Tapanuli ; Kesadaran Identitas Etnik Di Barus Dan Sibolga, 1842-1980-An.” Universitas Gadjah Mada.

Veer, Paul Van T. 1985. Veer, Paul Van T. 1985. Perang Aceh, Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje. Jakarta: Grafiti Press .

Wahyuni, Sri, and Dkk. 2003. “Makalah“Laporan Budaya Masyarakat Suku Bangsa Singkil.” Banda Aceh.

Zed, Mestika. 2017. Saudagar Pariaman Menerjang Ombak Membangun Maskapai. Depok: LP3ES.

Taran, Jovial Pally dan Rahmad Syah Putra. 2022. Kuala Batee and The History of The United States Invantion in Aceh (Kuala Batee dan Sejarah Invansi Amerika Serikat di Aceh. Banda Aceh: Proceedings ICIS UIN Ar-Raniry 2021: 103-116.

Reid, Anthony. 2010. Sumatera Tempo Doeloe: dari Marco Polo sampai Tan Malaka. Jakarta: Komunitas Bambu.

McKinnon, E. Edwards dan Nurdin AR. 2020. “Fansur Sebagai Kota Tua Islam”. Indonesian Journal of Islamic History and Culture 1 (1): 21-31.

Share

COinS