Abstract
The Corruption Eradication Commission (KPK) was formed as a follow-up to the mandate of Article 43 of Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes. The Corruption Eradication Commission exists as an answer to the less than optimal performance of the Police and Prosecutor's Office in eradicating corruption. Apart from that, the Corruption Eradication Commission exists as an independent state institution (not tied to any authority, be it executive, legislative or judiciary). However, after the enactment of Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission, it had a huge influence on the KPK institution. The principles of independence of the Corruption Eradication Commission as characterized as a corruption eradication institution are increasingly being lost, the Corruption Eradication Commission has limited room for movement and is under executive power.
Bahasa Abstract
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk sebagai tindak lanjut amanat Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK hadir sebagai jawaban atas kurang optimalnya kinerja Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi. Selain itu, KPK hadir sebagai lembaga Negara yang independen (tidak terikat pada kekuasaan manapun, baik itu eksekutif, legislatif dan yudikatif). Namun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, membawa pengaruh yang sangat besar bagi lembaga KPK. Prinsip-prinsip independensi KPK sebagaimana yang dicirikan sebagai lembaga pemberantas korupsi semakin hilang, KPK memiliki ruang gerak yang sempit dan berada dibawah kekuasaan eksekutif.
References
Buku
Kusuma, I. M. H. "Pembaruan Kewenangan KPK." (2019).
Jurnal
Dewi, Virna, and Sri Yuliana. "Implementasi Tugas Dan Fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Independent Agencies Dalam Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia." Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2023): 97-115.
Kusuma, Rhendra. "PERBANDINGAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI INDONESIA DENGAN LEMBAGA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI NEGARA SINGAPURA, HONG KONG, DAN MALAYSIA." University Of Bengkulu Law Journal 7, no. 1 (2022): 71-83.
Mochtar, Zainal Arifin. "Independensi Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019." Jurnal Konstitusi 18, no. 2 (2021): 321-344.
Parama, Jovial Falah, and Sholahuddin Al-Fatih. "Kajian Yuridis Ambivalensi Pergeseran Independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (Kpk) Ke Dalam Rumpun Lembaga Eksekutif." Jurnal Komunitas Yustisia 4, no. 1 (2021): 57-65.
Rizaldi, Moh. "Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Independen?." Logika: Jurnal Penelitian Universitas Kuningan 12, no. 01 (2021): 21-32.
Yadnya, Putu Andhika Kusuma, and I. Nyoman Suandika. "Kajian Yuridis: Status Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia." Jurnal Ilmiah Raad Kertha 5, no. 2 (2022): 62-70.
Zukriadi, Diki. "JCK QUO VADIS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI." Jurnal Cahaya Keadilan 10, no. 2 (2022).
Peraturan Perundang-Undangan
UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197)
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6)
Recommended Citation
Farida, Alchansyah
(2024)
"Juridical Analysis of the Independence of the Corruption Eradication Commission as an Extra-Constitutional Institution in the Indonesian Constitutional System,"
Jurnal Konstitusi & Demokrasi: Vol. 4:
No.
1, Article 3.
DOI: 10.7454/JKD.v4i1.1403
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jurnalkonsdem/vol4/iss1/3