•  
  •  
 

DOI

10.21143/jhp.vol52.no3.3368

Abstract

The existence of the Presidential Advisory Council is inseparable from the history of state administration with the political phenomenon of law. Various ideas of pros and cons questioned the position and authority of the country's advisory institutions. The institution which at the beginning of its formation was named the Supreme Advisory Council then turned into a Presidential Advisory Council under the executive rule after the amendment to the 1945 Constitution. The shift raises the peculiarities of the position of advisors not under the authority given by advice. Reflecting on the discourse, this paper reviews how the position and extent of the authority of the Presidential Advisory Council in offsetting the branches of power by exploring the historical, juridical aspects and the study of comparison of similar institutions in various countries of the world. Based on the review, the author is of the view that the Presidential Advisory Council should be separated from the executive power branch and is at the same degree. In addition, there is a need for the authority of legislative advisors that can prevent the supremacy of legislatively monopolizing the formation of legislation. At the end, even though the government does not bind itself to the opinion of advisors, but to maintain the authority of the institution it is necessary to be given the authority of the delivery of motion in state hearing.

Bahasa Abstract

Keberadaan Dewan Pertimbangan Presiden tidak lepas dari pertalian sejarah ketatanegaraan dengan fenomena politik hukum. Berbagai gagasan pro dan kontra mempersoalkan kedudukan dan kewenangan lembaga penasihat negara tersebut. Lembaga yang pada awal pembentukannya bernama Dewan Pertimbangan Agung kemudian beralih menjadi Dewan Pertimbangan Presiden dibawah kekuasaan eksekutif pasca amandemen UUD 1945. Pergeseran tersebut menimbulkan keganjilan hendaknya kedudukan penasihat tidak berada dibawah kewibawaan yang diberikan nasihat. Berkaca pada diskursus tersebut, tulisan ini mengulas bagaimana kedudukan dan sejauh mana kewenangan Dewan Pertimbangan Presiden dalam mengimbangi cabang-cabang kekuasaan dengan menggali aspek historis, yuridis dan kajian perbandingan lembaga serupa diberbagai negara dunia. Berdasarkan tinjauan tersebut, penulis berpandangan bahwa Dewan Pertimbangan Presiden seyogyanya terpisah dari cabang kekuasaan eksekutif dan berada pada derajat sama. Selain itu, perlu adanya kewenangan penasihat legislasi yang dapat mencegah supremasi legislatif memonopoli pembentukan perundang-undangan. Pada bagian akhir, kendati pemerintah tidak mengikatkan diri dengan pendapat penasihat, namun untuk menjaga kewibawaan lembaga tersebut perlu diberikan kewenangan penyampaian mosi dalam sidang-sidang kenegaraan.

References

Buku

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Checks And Balances Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian MPR RI. 2017.

Jimly Asshidiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press. 2006.

Lazarski. Christopher. Power Tends To Corrupt: Lord Acton's Study of Liberty. NY: Cornell University Press. 2012.

Charles de Secondat, baron de Montesquieu. The Spirit of the Laws. New York: Hafner Pub. Co., 1949.

John Locke. Two Treatises of Government. London, England: Phoenix, 1993.

Rosalind Dixon. “Constitutional Amendment Rules: A Comparative Perspectice” dalam Tom Ginsburg dan Rosalind Dixon (eds). Comparative Constitutional Law. Edward Elgar Publishing. 2011.

Agus Wanti Lahamid. Dewan Pertimbangan Presiden Dalam Struktur

Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia. 2007.

Mahkamah Konstitusi. Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Latar Belakang. Proses. dan Hasil Pembahasan 1999 – 2002. Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara Jilid I. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK. 2010.

Ridwan Mansyur. Problematik Sengketa Pajak Dalam Mekanisme Peradilan Pajak Di Indonesia. Jakarta: Biro Hukum dan Humas Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2016.

Jurnal / Artikel

Ahmad Yani. “Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.” Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 15 No. 2. (2018). hlm. 55.

Muhammad Fikri Hanafi. “Implementasi Teori Hans Nawiasky Dalam Peraturan

Perundang-Undangan Di Indonesia”. Jurnal Demokrasi dan Ketahanan Nasional Volume I. (2022). hlm. 80.

Soepomo Djojowardono. “Demokrasi dalam Pembangunan di Indonesia”. Dalam Mahfud MD. op-cit. hlm. 55-56.

Purnomo, Chrisdianto Eko. “Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia”. Jurnal Konstitusi Volume 7. (2010).

Van der Schyff, Gerhard. “The Prohibition on Constitutional Review by the Judiciary in the

Netherlands in Critical Perspective: The Case and Roadmap for Reform.” German Law Journal 21, no. 5. (2020). hlm. 884–903

De Poorter, Jurgen C. A. "Constitutional Review in the Netherlands: A Joint Responsibility". Utrecht Law Review 9. (2013). hlm. 89-105.

Nicola Lupo & Claudio Tucciarelli. “The advisory functions of the Italian Council of State”, Parliaments, Estates and Representation, 43:1. (2023). hlm. 77-95.

Ángel J. Sanchez-Navarro. “The Spanish Council of State: a panoramic view”. Parliaments, Estates and Representation. 43:1. hlm. 38-49.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang tentang Dewan Pertimbangan Presiden. UU Nomor 19 Tahun 2006. LN.2006/NO.108. TLN NO.4670.

Costituzione Italiana Testo Vigente Aggiornato Alla Legge Costituzionale 7 Novembre 2022, N. 2.

De Nederlandse Grondwet de 2023.

Constitución Española de 1978.

Share

COinS