DOI
10.21143/jhp.vol51.no1.3091
Abstract
The government is currently discussing about Jobs Creation Bill on the implementation of national development. The drafting of Jobs Creation Bill is carriedout by applying the omnibus law system. However, on the Bill there are numbers of irregularities such as the removal of environmental permits and replaced with environmental agreements. This raises legal issues because the changes of terminology onthe Bill have juridical implications for the implementations of sustainable developments in Indonesia. This legal issue will be researched further in this study. The method used is normative juridical with secondary data in the form of primary legal materials ofthe Jobs Creation Bill and secondary legal materials such as related literature. Result of the study concluded that the granting of environmental approval as a substitute for the permits to continue carry out environmental feasibility test to meet UKL-UPLstandards and PKPLH issuance. In addition, the central government can impose administrative penalty such as fines to entrepreneurs who do not have environmental agreement or who do not carry out their obligations.
Bahasa Abstract
Pemerintah saat ini sedang membahas RUU Cipta Kerja dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Teknik yang digunakan dalam penyusunan RUU Cipta Kerja tersebut yaitu Omnibus Law. Namun dalam RUU tersebut terdapatbeberapa kejanggalan, salah satunya yaitu penghapusan izin lingkungan, diganti dengan persetujuan lingkungan. Hal ini menimbulkanpermasalahan hukum karena perubahan terminologi yang dilakukan dalam RUU Cipta Kerja tersebut mempunyai implikasiyuridis terhadap pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.Permasalahan hukum inilah yang akan diteliti lebih dalam pada penelitian ini. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer yaitu draft RUU Cipta Kerja, dan bahan hukum sekunder seperti literatur terkait. Hasil penelitian menyimpulkan bahwaPemberian persetujuan lingkungan sebagai pengganti dari perizinan tetap melaksanakan uji kelayakan lingkungan untuk memenuhi standar UKL-UPL dan penerbitan PKPLH. Selain itu pemerintah pusat jugadapat menerapkan sanksi administratif berupa denda kepada pengusaha yang tidak memiliki persetujuan lingkungan ataupun yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Recommended Citation
Benuf, Kornelius; Aritonang, Abram Robert; and Simanjuntak, Supriardoyo
(2021)
"KEBIJAKAN PENGHAPUSAN IZIN LINGKUNGAN DALAM RUU CIPTA KERJADAN DAMPAKNYATERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTANDI INDONESIA,"
Jurnal Hukum & Pembangunan: Vol. 51:
No.
1, Article 4.
DOI: 10.21143/jhp.vol51.no1.3091
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jhp/vol51/iss1/4