Abstract
Literature reviews on the concept of poverty and local observation on the field study were employed to investigate who the poor are, in order to seek alternative policies according to specific local conditions to combat poverty, and to see local wisdom in a preventive effort to reduce poverty. Survey methodology, in-depth interviews and focus groups discussions were used in this study. The findings suggest that the concept of poverty is multifacet. Both Bupolo people and Surade farmers cultivate small land. While Surade farmers are poor with no or limited land size and with relatively small scales' business, Bupolo people have relatively larger land size but have limited technology access, and less access to social economic infrastructure, making them poor and only able to survive with food daily. The concept of poverty needs to be extended to include access to social economic infrastructure, remoteness, disempowerment, freedom of speech, and fairness in development. Poverty cannot be defined individually solely from the context of the calorie fulfilment as a standard used by BPS. However, in principle, the concept of poverty cannot only be defined as a relative, but also dynamic concept.
Bahasa Abstract
Dalam kajian ini dilakukan studi literatur mengenai konsep kemiskinan dan pengamatan ke lokasi penelitian untuk mendeteksi siapakah penduduk miskin itu? Kemudian mencari alternatif kebijakan yang sesuai dengan kondisi spesifik lokal untuk menanggulangi kemiskinan, dan akhirnya menggali serta memahami kearifan penduduk lokal dalam hubungannya dengan upaya preventif untuk menanggulangi kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan observasi langsung, in-depth interview dan diskusi kelompok fokus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep kemiskinan bersifat banyak sisi (multifaset). Orang Bupolo dan petani Surade sama-sama mengolah lahan sempit. Petani Surade miskin karena tidak mempunyai lahan atau memiliki lahan tetapi dengan skala usaha yang relatif kecil. Orang Bupolo memiliki tanah yang relatif luas tetapi mempunyai keterbatasan akses pada teknologi, hidup terisolasi karena tidak mempunyai akses terhadap sarana dan prasarana sosial ekonomi maupun komunikasi, sehingga mereka hidup miskin dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Jadi definisi kemiskinan perlu diperluas meliputi akses terhadap infrastruktur sosial ekonomi, keluar dari keterisolasian, ketidakberdayaan, dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta memperoleh keadilan dalam pembangunan. Kemiskinan tidak bisa didefinisikan secara tunggal yakni dari kacamata pemenuhan kebutuhan kalori semata sebagaimana yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) selama ini, karena pada hakekatnya definisi kemiskinan tidak hanya bersifat relatif tetapi juga dinamis.
References
Alcock, P. (1997). Understanding poverty. London: Macmillan Press. Biro Pusat Statistik. (2006). Berita resmi statistik. tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2005-2006. No.47/IX 1 September 2006. Diunduh 18 Oktober 2008 dari http://www.bps.co.id. Biro Pusat Statistik. (2007). Berita resmi statistik. tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007. No.38/07/Th.X 2 Juli 2007. Diunduh 29 Oktober 2008 dari http://www.bps.co.id. Carney. (1998). Sustainable livelihood strategies. London: International Institute for Environment and Development. Chambers, R. (1983). Rural development: Putting the last first. UK: Longman-Harlow. Clayton, B. D., David. D., & Olivier, D. (2000). Rural planning in the developing world with a special focus on natural resources: Lessons learned and potential contributions to sustainable livelihoods. London: International Institute for Environment and Development, and Department for International Development. Girsang, W. (2005). Participatory learning in extension for Fasciolosis Control Strategies in Indonesia. Disertasi Doktor, School of Natural and Rural Systems Management, University of Queensland, Brisbane, Australia. Harris-White, B. (2005). Destitution and poverty of its politics-with special reference to South Asia. World Development 33:881-891. Pattinama, M. J. (2005). Les Geba Bupolo et leur milieu, Population de l'île de Buru, Moluques, Indonésie. Liwit lalen hafak lalen snafat lahin butemen (Vannerie virile, sarong féminin et émulsion qui flue). Disertasi Doktor, Ecole doctorale du Muséum National d'Histoire Naturelle, Paris. Pattiselano, A. E. (2000). Analisis sikap dan perilaku terhadap sasi pada masyarakat Pulau Saparua Kabupaten Maluku Tengah. Tesis Magister, Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi, Manado. Sayogyo (1978). Lapisan masyarakat yang paling lemah di pedesaan Jawa. Prisma No.3, LP3ES,3-14. Soerjani, M. (2005). Krisis kearifan kita. Kompas, Kamis 20 Oktober 2005. Suhardianto, H. (1999). Jawa Barat: Desa Adat. Dalam Mubyarto (Editor), Pemberdayaan ekonomi rakyat. Laporan kaji tindak program IDT, Yogyakarta: Penerbit Aditya Media. Suhardono, Copeman, D. B. & Roberts, J. A. (1996). Biological control of Fasciola gigantica with Echinostoma revolutum. Draft of a paper being prepare for publication from AS1/9123. Tjondronegoro, S. M. P., Soejono, I. & Hardjono, J. (1996). Indonemiskinesia. Dalam M.G. Quilibria (Editor), Rural poverty in developing Asia. Part 2: Indonesia, Republic of Korea, Philippines and Thailand. Manila: Published by Asian Development Bank. van Oostenbrugge, J. A. E, van Densen, W. L. T. & Machiels, M. A. M. (2004). How the uncertain outcomes assosiated with aquatic and land resource use affect livelihood strategies in coastal communities in the Central Moluccas, Indonesia. Agricultural Systems 82:57-91.
Recommended Citation
Pattinama, M. J. (2009). Poverty Reduction through Local Wisdom(A Case Study from Buru Island-Maluku and Surade-West Java). Makara Human Behavior Studies in Asia, 13(1), 1-12. https://doi.org/10.7454/mssh.v13i1.195