•  
  •  
 

Abstract

Since his younger age, Sultan Hamengku Buwono II indicated that he always refused the Dutch intervention in the sultanate’s palace of Yogyakarta. He became rival of the Dutch governments because of his opinion that the Dutch had intervented too much in the cultural and noble life’s sultanate of Yogyakarta. After his coronation as a sultan in Yogyakarta in 1792, he kept his mind to guard the Java’s glorious tradition and the traditional power of the Sultan. This condition caused a great conflict between the Sultan and the Dutch government. Sultan HB II tried to refuse all the intervention of Dutch Government. As consequences of his character, the colonial government proposed to replace the Sultan with the crownprince. During his life, he accepted twice decoronation (in 1811 by Gouvernor General Daendels and in 1812 by Leutnant General Raflles) and he was exiled three times (Penang in 1812, Ambon in 1817 and Surabaya in 1825). Finally, the Dutch Government recalled him to be a sultan in Yogyakarta to persuade all princes who supported Prince Diponegoro’s revolt. Unfortunately, till his death, he still refused to cooperate with the colonial government. To the present, there are many works of this sultan as: literary works, philosophy, arts dan physical buildings, which describes his characters toward the colonial government.

Bahasa Abstract

Sejak usia muda, Sultan Hamengku Buwono II (HB II) telah menunjukkan pribadinya sebagai bangsawan Yogyakarta yang menjaga integritas dan kekuasaan Kesultanan Yogyakarta. Ia menjadi musuh utama Belanda yang dianggap telah melakukan intervensi terlalu jauh dalam kehidupan kraton Yogyakarta yang menurunkan wibawa raja-raja Jawa. Setelah memegang tampuk pemerintahan tahun 1792, ia tetap menunjukkan tekadnya untuk menjunjung tinggi kebesaran tradisi dan kewibawaan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini mengakibatkan terjadinya benturan dengan tuntutan dan kepentingan para penguasa kolonial yang ingin memaksakan kehendaknya kepada raja-raja Jawa. Atas dasar itu, Sultan HB II selalu melawan tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Sebagai akibat dari sikapnya itu, pemerintah kolonial menggunakan berbagai alasan untuk menurunkan tahtanya. Selama hidupnya, Sultan HB II mengalami dua kali penurunan tahta (tahun 1811 oleh Daendels dan 1812 oleh Raffles), bahkan dibuang sebanyak tiga kali sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya (Penang 1812, Ambon 1817, dan Surabaya 1825). Pemerintah kolonial akhirnya harus mengakui kewibawaan Sultan HB II yang terdesak sebagai akibat dari pecahnya perang Diponegoro. Ia dibebaskan dari pembuangannya dan dilantik kembali menjadi raja di Yogyakarta. Sampai akhir hayatnya Sultan HB II tidak pernah mau bekerja sama dengan Belanda apalagi untuk menangkap Diponegoro atau menghentikan perlawanannya. Hingga kini masih banyak karya peninggalan Sultan HB II yang mengingatkan pada watak dan masa pemerintahannya. Baik karya sastra, karya seni maupun bangunan fisik mengingatkan pada kebijakan, tindakan dan watak Sultan HB II semasa hidupnya.

References

Adams, L. (1931) Geschiedkundige Aantekeningen omtrent de Residentie Madioen. Dalam majalah Djawa, jilid XIX. Anonim. (1884). Overzicht van de voornaamste gebeurtenissen in het Djocjocartasche-Rijk, sedert deszelf stichting (1755) tot aan Het einde van het Engelsche tusschen-bestuur in 1815. Dalam TNI, IIIdeel. Anonim. (1887). Het ceremonieel aan de hoven van Soerakarta en Djokjakarta bij bezoek en ontvangst van de Nederlandsche Opperhoofden, residenten aan die hoven. Dalam TNI, XIX, halaman 465-466. Bruinsma, A.E.J. (1915). Boschregeling in tijdperg van den Gouverneur Generaal Daendels. Dalam Tectona, jilid VIII, halaman 762. Carey, P.B.R. (1980). The Archive of Yogyakarta, vol 1 : Documents relating to politics and internal court affairs, Oxford. Oxford Univ. Press. Corpus Diplomaticum Neerlando Indicum. (1938). Dalam BKI jilid 96, halaman 361-362. Daendels, H.W. (1814). Staat der Nederlands Nederlansche Oostindische Bezittingen onder het Bestuur van den Gouverneur Generaal Herman Willem Daendels in de jaaren 1808—1811. S Gravenhage. Tweede Stuk. Marihandono, D. (2005). Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem Daendels di Jawa 1808- 1811: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte. Disertasi Doktoral, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok. Ensiklopedi Wayang Indonesia. (1999). Jakarta: Sena Wangi, halaman 623-624 Jonge, J. De. (1892) De Opkomst van Nederland Gezag op Java, deel XIII, ’S Gravenhage: Martinus Nijhoff. Kemp, P.H. van der. (1913). Het Nederlandsch-Indisch Bestuur in 1817 tot het Vertrek der Engelschen, ’s Gravenhage: Martinus Nijhoff. Norman, H.D.L. (1857). De Britsche Heerschappij over Java en Onderhoorigheden (1811-1816), ’s Gravenhage: Gebroeders Belinfante. Poensen, C. (1902). Mangkubumi. Dalam BKI. Poensen, C. (1905). Amangkoe Boewono II Sepoeh. Dalam BKI. Ricklef, M.C. (1971). On the Authorship of Leiden Cod.Or. 2191, Babad Mangkubumi. Dalam BKI, jilid 127, halaman 271-272. Ricklefs, M.C. (1974). Jogjakarta under Sultan Mangkubumi 1749-1792, London. Oxford University Press. Snelleman, J.F. Encyclopaedie van Nederlandsch Indie, vierde deel, ’s Gravenhage: Martinus Nijhoff Suyamto. (1986). Babad Sepei, Jakarta: Depdikbud. Arsip (Khazanah ANRI) Bundel Yogyakarta - Memorie van Residen J.G. van den Berg in Jogjacarta 1799-1803 - Contract met Sultanaat Jogjakarta over het jaar 1799, - Memorie van Residen J.G. van den Berg in Jogjacarta 1799-1803 - Surat Residen Yogya, J.J. van Sevenhoven kepada seorang sahabat di Batavia, tanggal 27 September 1826, - Laporan Residen I.J. van Sevenhoven kepada Jenderal H.M. de Kock, tanggal 15 Desember 1826 - Surat J.F.W. van Nes kepada Komisaris Jenderal Burggraaf Du Bus de Gisignies tanggal 4 Januari 1828, - “Opgave van Soeltan’s inkomsten en Troepen 1808” Bundel Solo - Surat Kolonel Adams kepada Raffles nomor 913 , nomor 55, tanggal 24 September 1790. - Surat J. van Braam kepada Daendels tanggal 6 Bloeimaand (Mei) 1810, no. 17. Bundel Batavia - Surat Gubernur P. Merkus kepada Gubernur Jenderal van der Capellen tanggal 22 Oktober 1823 nomor 138 - Surat H.W. Muntinghe kepada Raad van Indie, tanggal 12 Agustus 1826 Bundel Semarang - Surat Siberg kepada Sultan HB I, tanggal 10 Pebruari 1785 Bundel Hooge Regeering - Contract met Sultanaat Jogjakarta over het jaar 1799. - “Contract tusschen Yogyakartasche Soeltan en Oost Indie Compagnie”. Bundel Buitenland - Surat W.P. Kree kepada Raffles tanggal 9 April 1815, - Buitenland (Penang) nomor 11 Bundel Engelsch Tusschenbestuur - Surat Raffles kepada Lord Minto tangal 16 Juli 1812, nomor 7.

Share

COinS
 
 

To view the content in your browser, please download Adobe Reader or, alternately,
you may Download the file to your hard drive.

NOTE: The latest versions of Adobe Reader do not support viewing PDF files within Firefox on Mac OS and if you are using a modern (Intel) Mac, there is no official plugin for viewing PDF files within the browser window.