•  
  •  
 

Abstract

The presence of the Social Security Agency (BPJS) actually Health aims to provide a guarantee that participants benefited the maintenance and protection in fulfilling the basic needs of health. Practice, some participants often complain of the long bureaucratic process that must be taken in order to take advantage of these services, particularly for patients at the Hospital (RS). Manage system of care that is applied BPJS require tiered services through Health Care Providers (PPK) Level 1 with a health center, clinic or family doctor. Given, RS is not a big health center that accepts all patients with various forms of health insurance, the participant must be filtered out by primary care in PPK 1. The ideal process is applied BPJS This of course requires a lengthy bureaucracy and a long time. It is often felt to participants BPJS too wordy so make impatient. Although for emergency patient's condition, as the KDP RS Level 2 can accept patients directly without a referral from the KDP 1, but a healthy perception of pain and emergencies often disagree among participants BPJS and RS. This is what often leads to BPJS Health care gap, causing discomfort on both sides. Differences in perception that have the potential to change health behavior BPJS participants in the health facilities be the main focus in this study taking into account the geographical location of residence based on housing estates and villages. Research conducted the survey with tools to guide the interview questionnaire. Subjects were residents of the city of Depok with inclusion criteria who have received health care at the hospital BPJS a maximum of three months. Sampling is done incidentally during one week in Depok City residents (11 districts). The final results of this study are expected to be input for BPJS Health in improving the quality of health services to the community.

Bahasa Abstract

Kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebenarnya bertujuan untuk memberikan jaminan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan dalam pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan. Praktiknya, sebagian peserta sering mengeluhkan panjangnya proses birokrasi yang harus ditempuh untuk bisa memanfaatkan layanan tersebut, khususnya bagi pasien di Rumah Sakit (RS). Sistem manage care yang diterapkan BPJS mengharuskan pelayanan berjenjang melalui Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat 1 seperti puskesmas, klinik, atau dokter keluarga. Mengingat, RS bukan puskesmas besar yang bisa menerima semua pasien dengan berbagai bentuk jaminan kesehatan, maka peserta harus disaring dulu oleh layanan primer di PPK 1. Proses ideal yang diterapkan BPJS ini tentu saja memerlukan birokrasi panjang dan waktu yang tidak sebentar. Hal ini yang seringkali dirasa peserta BPJS terlalu bertele-tele sehingga membuat tidak sabar. Meskipun untuk kondisi pasien darurat, RS selaku PPK Tingkat 2 dapat menerima pasien langsung tanpa rujukan dari PPK 1, namun persepsi sehat sakit dan kondisi darurat seringkali tidak sepakat antara peserta BPJS dan RS. Hal inilah yang seringkali menimbulkan gap pelayanan BPJS Kesehatan sehingga menyebabkan ketidaknyamanan pada kedua belah pihak. Perbedaan persepsi yang berpotensi terhadap perubahan perilaku kesehatan peserta BPJS dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan menjadi fokus utama dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan letak geografis tempat tinggal berdasarkan komplek perumahan dan perkampungan. Penelitian dilakukan secara survey dengan alat bantu kuesioner sebagai pedoman wawancara. Subyek penelitian adalah penduduk Kota Depok dengan kriteria inklusi yang telah mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan di RS maksimal tiga bulan terakhir. Sampling dilakukan secara insidental selama satu minggu pada penduduk Kota Depok (11 Kecamatan). Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi BPJS Kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Share

COinS