Abstract

Jawa Barat merupakan salah satu wilayah reseptif malaria di Indonesia, khususnya Kabupaten Tasikmalaya bagian selatan. Tahun 2009, 2011, dan 2012 telah terjadi kejadian luar biasa (KLB) terutama di Kecamatan Cineam. Namun, pada tahun 2013 tidak terjadi KLB serupa. Ekosistem Cineam berupa pegunungan dan perkebunan kondusif untuk penularan malaria. Selain itu, banyak penduduk Cineam yang merupakan pekerja migran. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tidak terjadinya peningkatan kasus (resurgensi) malaria di daerah reseptif. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang dilakukan pada bulan Juni - Desember 2014, dengan menggunakan sampel seluruh penderita malaria positif di Kecamatan Cineam tahun 2013, yang berjumlah 27 kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua kasus adalah pekerja migran. Secara spasial, ditemukan tempat perkembangbiakan Anopheles tersebar dekat dengan tempat tinggal kasus. Meskipun wilayah Kecamatan Cineam merupakan wilayah kondusif penularan malaria, tidak terjadi penularan horizontal pada tahun 2013. Analisis lebih lanjut mengindikasikan bahwa upaya deteksi dini, pengobatan segera menggunakan protokol standar yang memadai, pemberian obat profilaksis sebelum berangkat, serta penyuluhan intensif kepada masyarakat, dapat menekan timbulnya KLB pada tahun 2013. West Java provinces one of malaria-receptive areas in Indonesia, specifically the south area of Tasikmalaya District. In 2009, 2011 and 2012, there was extraordinary emergence, specifically in Cineam Subdistrict. However, in 2013, there was no any other similar case. Ecosystem of Cineam consisting of mountains and plantations was so conducive for malaria transmission. Moreover, there were many Cineam people as migrant workers. This study aimed to identify factors contributing to malaria resurgence in receptive area. This study was descriptive quantitative conducted on June to December 2014 using sample of all positive malaria patients at Cineam Subsdistrict in 2013 worth 27 case. Results showed that all cases were migrant workers. Spatially there was Anopheles-breeding areas spread closed to the case home. Even though Cineam Subsdistrict region is such a conducive area for malaria transmission, but there was none of any horizontal transmission in 2013. Further analysis indicated that early detection and prompt tratment used adequate standard protocol, prophylactic distribution before departing as well as intensive counseling to public might press extraordinary emergence in 2013.

References

1. World Health Organization. World malaria report 2012. Geneva: World Health Organization; 2012.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

3. Daman U. Review program P2 malaria Provinsi Jawa Barat tahun 2000- 2004. Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat; 2005.

4. UPF-PVRP Jawa Barat. Kepadatan dan bionomik nyamuk Anopheles spp. di Kecamatan Cipatujah dan Kecamatan Cineam. Ciamis: UPFPVRP Jawa Barat; 2002.

5. Iskandar T. Laporan tahunan program P2 malaria Puskesmas Cineam Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013. Tasikmalaya: Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya; 2013.

6. Loka Litbang P2B2 Ciamis. Survai longitudinal entomologi Desa Pasirmukti Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya tahun 2003. Ciamis: Loka Litbang P2B2 Ciamis; 2003.

7. Ernawati K, Achmadi UF, Soemardi TP, Thayyib H, Sri MR. Tambak terlantar sebagai tempat perindukan nyamuk di daerah endemis malaria (penyebab dan penanganannya). Jurnal Ilmu Lingkungan. 2012; 10 (2); : 151-60.

8. Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya. Laporan bulanan penemuan dan pengobatan malaria Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya: Dinas Kesehatan Tasikmalaya; 2013.

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku saku menuju eliminasi malaria. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian kesehatan Republik Indonesia; 2011.

10. Ajili F, Riadh B, Janet L, Rim A, Najeh B, Bouthaina J, et al. Malaria in tunisian military personnel after returning from external operation. Malaria Research and Treatment [serial on internet]. 2013 [cited 2014 Dec 5]; 359192: about 3 pages. Available from: http://www.hindawi. com/journals/mrt/2013/359192/.

11. Adlaoui E, Faraj C, El Bouhmi M, El Aboudi A, Ouahabi S, Tran A, et al. Mapping malaria transmission risk in Northern Morocco using entomological and environmental data. Malaria Research Treatment [serial on internet]. 2011 [cited 2014 Dec 5]; 391463. Available from: http://www.jourlib.org/paper/29513#.VdvQnZfcKUk.

12. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran: ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC-Penerbit Buku Kedokteran; 2009.

13. Kusumawardani E, Achmadi UF. Demam berdarah dengue di pedesaan. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2012; 7 (3): 120-5.

14. Gloria FA, Dias SS, Baptista JL, Torgal J. Imported malaria in Portugal 2000–2009: A role for hospital statistics for better estimates and surveillance. Malaria Research and Treatment [serial on internet]. 2014 [cited 2014 Dec 5]; 373029: about 8 pages. Available from: http://www.hindawi.com/journals/mrt/2014/373029/

15. Cohen JM, Smith DL, Cotter C, Ward A, Yamey G, Sabot OJ, Moonen B. Malaria resurgence: a systematic review and assessment of its causes. Malaria Journal. 2012 Apr 24;11:122.

16. Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009; 3 (4): 147-53.

17. Febrian F, Solikhah. Analisis spasial kejadian penyakit leptospirosis Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Isimewa Yogyakarta tahun 2011. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 7 (1): 7-14.

18. Sunaryo. Sistem informasi geografis untuk kajian masalah kesehatan. Balaba. 2010; 6 (01): 26-7.

19. Tim SIG PT Geomatik-Konsultan. Modul pelatihan sistem informasi geografis ArcGIS. Makassar: PT Geomatik Konsultan; 2010.

20. Susanna D, Ernawati E, Achmadi UF. Vector control policy. Analytical hierarchy process approach. Malaria Journal. 2012; 2 (11): 129 (Suppl 1).

21. Nurfitrianah R, Ishak H, Ane RL. Analisis faktor risiko lingkungan terhadap kajadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Durikumba Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju [skripsi]. Makassar: Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas; 2013.

22. Sarumpaet SM, Tarigan R. Faktor risiko kejadian malaria di kawasan ekosistem Leuser Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utar

a [tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2007.

23. Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit Rajagrafindo; 2012.

24. Dharmawardena P, Premaratne RG, Gunasekera WM, Hewawitarane M, Mendis K, Fernando D. Characterization of imported malaria: the largest threat to sustained malaria elimination from Sri Lanka. Malaria Journal. 2015; 14: 177.

25. Guyant P, Canavati SE, Chea N, Ly P, Whittaker MA, Feltrer AR, et al. Malaria and The mobile and migrant population in Cambodia: a population movement framework to inform strategies for malaria Control and Elimination. Malaria Journal. 2015; 14: 252.

26. Sari RM. Ambarita RP. Karakteristik masyarakat penderita malaria di Provinsi Bengkulu. Baturaja: Loka litbang P2B2 Baturaja; 2008.

27. Fuadzy H, Santi M. Distribusi kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Simpenan Kabupaten Sukabumi Tahun 2011. Aspirator. 2012; 4 (2): 92-9.

28. Hadi B, Hadisaputro S, Setyawan. Kandang ternak dan lingkungan kaitannya dengan kepadatan vektor Anopheles aconitus di daerah endemis malaria (Studi kasus di Jepara) [online]. 5 Desember 2014 [diakses tanggal 5 Nov 204]. Diunduh dalam: http://eprints.undip.ac.id/ 5240/1/Bambang_Hadi.pdf.

29. Mulyono A, Alfiah S, Sulistyorini E, Negari KS. Hubungan keberadaan ternak dan lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria di Provinsi NTT (Analisis Lanjut data Riskesdas 2007). Jurnal Vektora. 2013; 5 (2).

30. Widjaja W, Anastasia H, Samarang. Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data). Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang. 2013; 4 (4): 175-80.

Share

COinS