Abstract
Kabupaten Kulonprogo adalah salah satu daerah dengan masalah leptospirosis penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi spesies hewan dan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui reservoir dan distribusi kasus leptospirosis pascakejadian luar biasa di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan adalah inkriminasi bakteri Leptospira sp. pada tikus dan penegakan diagnosis pada manusia dengan rapid test dan MAT. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dengan melakukan screening di Rumah Sakit dan Puskesmas. Penelitian observasional ini menggunakan rancangan studi cross sectional dengan metode analisis data secara distribusi frekuensi dalam bentuk gambar, grafik, dan tabel. Penelitian menemukan jumlah penderita leptospirosis di Kabupaten Kulonprogo tahun 2011 adalah 273 kasus dengan angka fatalitas 6,59%. Kasus leptospirosis paling banyak terjadi di Kecamatan Nanggulan (20,5%), pada laki-laki (76,6%) dan kelompok umur 40 – 60 tahun (43,2%). Uji serologi (MAT) penderita suspek leptospirosis menemukan 41(22,5%) penderita positif mengandung bakteri Leptospira sp. Serovar yang paling banyak ditemukan adalah Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc dengan titer 1 : 40 ~ 1 : 1.600. Spesies tikus yang menjadi reservoir Leptospira sp. yang ditemukan meliputi Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus, Mus musculus, N fluvescens, juga ditemukan insektivora jenis Suncus murinus. Trap success ditemukan sekitar 6,9% di luar rumah dan sekitar 5,5% di dalam rumah.
Kulonprogo regency is one region with leptopsirosis problem. This study aims to determine the reservoir and the case distribution of leptospirosis outbreaks in the Kulonprogo regency post. The method used is inkriminasi Leptospira sp. bacteria in mice and human with rapid test and MAT diagnosis. Leptospirosis case data taken from secondary data and primary data by conducting screening at the hospital and puskesmas. Observational research using cross-sectional study design. Data analyzing was performed using frequency distribution with pictures, graphics and tables. The results showed leptospirosis cases in the Kulonprogo regency in 2011 as much 273 cases with CFR 6.59%. The biggest number of distribution of leptospirosis cases were in District Nanggulan (20.5%), in men (76.6%), and 40 – 60 years age group (43.2%). Serological test (MAT) patients with suspected leptospirosis from 182 serum showed that 41 (22.5%) patients leptospires bacteria positive. Serovar most commonly found in patients with leptospirosis is Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc with a titer of 1: 40 ~ 1: 1600. Species of mice that become Leptospira sp. reservoir found were Rattus tanezumi, Tiomanicus rattus, Mus musculus, N fluvescens, insectivores Suncus murinus type was also found. Trap success by 6.9% outside home and 5.5% in house.
References
1. Widarso HS, Wilfried P. Kebijaksanaan Departemen Kesehatan dalam penanggulangan leptospirosis di Indonesia. Kumpulan makalah simposium Leptospirosis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002.
2. Fahmi U. Leptospirosis, mematikan dan sulit dideteksi. 2005 [cited 2011 Mei 19]. Available from: http://www.harian umum pelita.htm
3. Sanford JP. Leptospirosis, harrison’s principles of internal medicine 13th ed. New York: McGraw Hill; 1994.
4. Hanggara R. Ulah leptospirosis. 2nd ed. Tahun I. Halo Internis; 2004.
5. Ashford DA, Kaiser RM, Spiegel RA, Perkins BA, Weyant RS, Bragg SL, et al. Asymptomatic infection and risk factors for Leptospirosis in Nicaragua. American Journal Tropical Medicine and Hygiene. 2000; 63(5-6): 249-54.
6. Anonymous. Leptospirosis, Harrison’s manual of medicine International edition. New York: Mc Graw-Hill; 200. p. 463-4.
7. Ristiyanto. Modul pelatihan teknis tingkat dasar survei reservoar penyakit bidang minat Rodensia. Salatiga: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Resevoir Penyakit; 2007
8. Assimina Z, Fotoula B. Leptospirosis: epidemiology and preventive measures. Health Science Journal. 2008; 2 (2): 75-82.
9. Thronley JN, Baker MG, Weinstein P, Maas EW. Changing epidemiology of human Leptospirosis in New Zealand. Epidemiology Infect Journal. 2002; 128 (1): 29-36. 10. Levett. Leptospirosis. Clinical Microbiology Reviews. 2001: 14; 296- 326.
11. Priyambodo S. Pengendalian hama tikus terpadu. Jakarta: PT Penebar Swadaya; 1995.
12. Aplin KP, Brown J, Jacob CJ, Krebs, Singleton GR. Field methods for rodent studies in Asia and the Indo-Pacific. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra: Australia; 2003.
13. Suyanto A. Mammals of Gunung Halimun National Park, West Java. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Biologi; 2004.
14. Sarkar U, Nascimento SF, Barbosa R, Martins R, Nuevo H, Kalofonos I, et al. Population-based case-control invertigation of risk factors for leptospirosis during an urban epidemic. American Journal Tropical Medicine and Hygiene. 2002; 66 (5): 605-10.
Recommended Citation
Ramadhani T , Yunianto B .
Reservoir dan Kasus Leptospirosis di Wilayah Kejadian Luar Biasa.
Kesmas.
2012;
7(4):
162-168
DOI: 10.21109/kesmas.v6i4.50
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/kesmas/vol7/iss4/4