Abstract
Kebisingan ruang mesin dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis prevalensi tuli akibat bising Noise Induced Hearing Loss (NIHL) dan faktor yang memengaruhi pada operator mesin kapal feri penyeberangan Ketapang-Gilimanuk. Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional ini menggunakan metode pengumpulan data dengan wawancara, pengukuran intensitas kebisingan ruang mesin dan pemeriksaan audiometri terhadap operator. Besar sampel adalah 66 operator dari 36 kapal feri yang memenuhi kriteria inklusi dipilih secara acak. Hasil studi menunjukkan 36% kapal memiliki intensitas kebisingan ² 85 dBA dan 64% > 85 dBA. Pemeriksaan audiometri dengan nada murni pada 66 operator didapatkan 34,85% responden mengalami NIHL. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan faktor dominan yang memengaruhi NIHL adalah usia dan lama paparan (p < 0,05). Hasil uji kai kuadrat didapatkan intensitas kebisingan berpengaruh signifikan terhadap NIHL setelah dikoreksi dengan umur dan lama paparan (p < 0,05). Disarankan untuk mengurangi waktu paparan terhadap operator yang terpajan kebisingan tinggi dan menjaga jarak antara operator dengan sumber kebisingan untuk meminimalkan pajanan bising.
Engine room noise can cause hearing loss. The objective of this research was to analyze the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) and its affecting factors on machinery ferry operators at Ketapang-Gilimanuk. This was an observational with cross sectional design, the techniques for collecting data were interviews, noise intensity measurements and audiometric examination.The sample was 66 operators who were selected randomly after inclusion. The study results showed that 36% of ferry have noise intensity ² 85 dBA and 64% have > 85 dBA. The audiometric examination with pure tone result of the 66 operators showed that 34.85% of respondent had NIHL. The age and length of exposure affected NIHL incidence (p < 0.05). While the noise intensity affected the incidence of NIHL (p > 0.05) together with age and lenght of exposure. It is important to reduce exposure time of noisy operations on workers, automation of activities and increase the distance between workers and noisy equipment to minimise the noise exposure.
References
1. Gubata ME, Packnett ER, Feng X, Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 879/Menkes/SK/- XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2006.
3. Gubata ME, Packnett ER, Feng X, Cowan DN, Niebuhr DW. Preenlistment hearing loss and hearing loss disability among US soldiers and marines, noise and health. A Bimonthly Interdicyplinary International Journal. 2013; 15(66): 289-95.
4. Lintong F. Gangguan pendengaran akibat bising. Jurnal Biomedik. 2009; 1(2).
5. Kementerian Sekretariat Negara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara; 2008.
6. International Maritime Organization (IMO). Code on noise levels on board ship chapter 4 – Maximum acceptable sound pressure levels. Resolution A.468 (XII) 198.1981. Available from: www.imo.org/blast/blastData.asp?doc_id=9595&filename.pdf.
7. Yudo H, Jokosisworo S. Standar kebisingan suara di kapal. Jurnal Kapal. 2006; 3 (3).
8. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. NOMOR 25/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; 2008.
9. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Nomor 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas fisika dan faktor kimia di tempat Kerja. Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia; 2011.
10. Rusiyanti, Nurjazuli, Suhartono. Hubungan paparan kebisingan dengan gangguan pendengaran pada pekerja industri kerajinan pandai besi di Desa Hadipolo Kecamatan Kabupaten Kudus. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012; 11.
11. Alberti PW, Occupational hearing loss, disease of the ear nose and throat. In : Ballenger JJ, editor. 14th ed. London: Lea and Febiger, 1991.
12. Chang SJ, Chang CK. Prevalence and risk factors of noise-induced hearing loss among Liquefied Petroleum Gas (LPG) cylinder infusion workers in Taiwan. Industrial Health. 2009; 47: 603–610.
13. Shrestha I, Shrestha BL, Pokharel M, Amatya RCM, Karki DR. Prevalence of noise induced hearing loss among traffic police personnel of Kathmandu Metropolitan City. Kathmandu Univesity Medical Journal. 2011; 36 (4): 274-8.
14. Warwick W. The epidemiology of noise expousure in Australia workforce. Noise and Health. A bimonthly Interdicyplinary International Journal 2013; 15(66): 326-31.
15. Guerra MR, Laurenco PMC, Eresa M. Prevalence of noise induced hearing loss in Metallurgical Company. Review Saude Publica Brazil. 2005; 39 (2): 1-7.
16. Viraporn A. Evaluation of noise induced hearing loss with audiometer and distortion product otoacoustic emissions. Journal of Medical Association of Thailand, 2008; 91 (7): 1066-71.
17. Kirchner D, Eric BE, Dobie RA, Rabinowitz P, Crawford J, Kopke R, et al. Occupational noise-induced hearing loss. Journal of Occupational & Environmental Medicine. 2012; 54(1): 106-8.
18. Rambe AYM. Gangguan pendengaran akibat bising. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2003.
19. Soeripto M. Hygene industri. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
20. Purdy S, Williams W. Guidelines for audiometry for diagnosis of NIHL. Sydney Australia: National Acoustic Laboratories; 2012.
21. Dobie RA. The burdens of age-related and occupational noise-induced hearing loss in the United States. Journal Ear and Hearing. 2008; 29 (4): 565-77.
22. Arini EY. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pendengaran tipe sensorineural tenaga kerja unit produksi di PT. Kurnia Jati Utama Semarang [tesis]. Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro; 2005.
Recommended Citation
Jumali J , Sumadi S , Andriani S ,
et al.
Prevalensi dan Faktor Risiko Tuli Akibat Bising pada Operator Mesin Kapal Feri.
Kesmas.
2013;
7(12):
545-550
DOI: 10.21109/kesmas.v7i12.328
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/kesmas/vol7/iss12/3