Abstract

Kholinesterase darah merupakan salah satu indikator keracunan pestisida yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, khususnya diwilayah pertanian. Pada tahun 2005, di Kabupaten Majalengka, hasil pemeriksaan mendapatkan angka keracunan ringan (21,7%) keracunan sedang (32,5%) dan keracunan berat (3,6%) Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji berbagai faktor determinan aktivitas kholinesterase darah pada petani penyemprot hama tanaman holtikultura. Penelitian yang menggunakan desain potong lintang dengan sumber data sekunder hasil pemeriksaan aktivitas kholinesterase darah yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2007. Variabel dominan yang berhubungan dengan aktivitas kholinesterase menggunakan analisis multivariat adalah riwayat terakhir menyemprot (OR=9,613, 95% CI=2,906 -31,799), memakai Alat Pelindung Diri (APD) baju lengan panjang (OR=8,872, 95% CI=2,006-39,232), Mandi secara baik (OR=5,446, 95% CI=1,266-23,417), Merokok waktu menyemprot (OR=4,641, 95% CI=1,717-12,546), riwayat pelatihan/penyuluhan (OR=3,217, 95% CI=1,466-7,059), posisi menyemprot terhadap arah angin (OR=2,550, 95% CI OR =1,169-5,564) dan umur responden (OR=0,416, 95% CI OR =0,190-0,911). Disarankan agar setiap petani menyemprot hanya tiga minggu sekali, dengan sistem kelompok dan bergantian. Meningkatkan frekuensi pelatihan/penyuluhan bagi para petani secara terpadu di wilayah kerja puskesmas, dengan materi pokok peningkatan hidup bersih dan sehat, pajanan pestisida ke dalam tubuh manusia, penanganan pestisida, penggunaan APD dan upaya pencegahan dan penanggulangan keracunan pestisida.

Blood cholinesterase is an indicator of pesticide intoxication which is still a threat to public health, especially in agriculturural areas. In 2005, in Majalengka district, study found rates of mild intoxiciation (21.7%), moderate intoxication (32.5%), and heavy intoxication (3.6%). This research aims at investigating determinant factors of blood cholinesterase activity among horticulture sprayer farmers. The study employed cross-sectional design with blood cholinesterase activity test results conducted by Majelengka Health Office in 2007 as secondary data. Dominant variables related to cholinesterase activity found in multivariate analysis were spraying history (OR=9.613, 95% CI=2.906-31.799), using long sleeve self protective wear (OR=8.872, 95% CI=2.006-39.232), proper shower (OR=5.446, 95% CI=1.266-23.417), smoking during spraying (OR=4.641, 95% CI=1.717-12.546), history of training/extension (OR=3.217, 95% CI=1.466-7.059), spraying position against wind (OR=2.550, 95% CI =1.169-5.564) and age (OR=0.416, 95% CI OR =0.190-0.911). It is recommended to spray once in three weeks and not more, employing group work and shifting method; increasing frequency of training/extension in an integrated way within working área of Health Center by inserting materials on clean and healthy lifestyle, pesticide exposure, pesticide handling, the use of self protective wear, and prevention and handling pesticide intoxication.

References

  1. Ditjen P2M&PL (2004). Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Depkes RI, Jakarta.
  2. Ditjen P2M&PL (2005). Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke empat. Depkes RI, Jakarta.
  3. Sweeney, R.A & Hendersen, S.O (2003). “Amebiasis”, Tropics in Emergency Medicine, 25, 13-20.
  4. Chin, J & Kandun, I.N, editor penterjemah (2000). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes RI, Jakarta.
  5. Massachusetts Departement of Public Health, Division of Epidemiology and Imunization (2001). Amebiasis.
  6. World Health Organization (2002). Guidelines for Drinking Water Quality. Edisi ke tiga. Volume 1, Geneva.
  7. Susanto, I (2006). Epidemiologi Amubiasis. Tugas kekhususan.
  8. Haque, R, Ali, I.M & Petri, W.A. Jr (1999). “Prevalence and Immune response to Entamoeba histolytica infection in Preschool Children in Bangladesh “, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 60 (6), 1031-1034.
  9. Gandahusada, S, Ilahude, H.D & Pribadi, W (1992). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke dua. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
  10. Barwick, R.S., et. al (2002). “Outbreak af Amebiasis in Tilibisi Republic of Georgia, 1998” American Journal Tropical. Medicine Hygiene, 67(6), 623-631.
  11. Haque, R., et. al (2003). “Epidemiologic and Clinical Charactenstics of acute Diarrhea With Emphasis on Entamoeba histolytica infections in preschool children in an urban slum of Dhaka, Bangladesh “, American Journal Tropical Medicine and Hygiene, 69 (4), 398-405.
  12. Dinkes Provinsi DKI (2004). Profil Kesehatan Provinsi DKI. Dinkes Provinsi DKI.
  13. Lemeshow, S, et.al (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gajah Mada University Press, Jogyakarta.
  14. Sastroasmoro, S & Ismael, S (2002). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke dua. CV Sagungseto, Jakarta.
  15. Feachem, R, Garry, M.M & Mara, D (1982). Water, Wastes and Health in Hot Climates.
  16. Brown, H.W (1993). Dasar Parasitologi Klinis. Edisi ke tiga. PT.Gramedia, Jakarta.
  17. Dainur (1995). Materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Widaya Medika, Jakarta Depkes. Diaskes 14 Juli 2007.
  18. Notoatmodjo, S (1996). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Obat. Offset, Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 Tentang : Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air.
  19. Wardhana, W.A (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Included in

Epidemiology Commons

Share

COinS