Abstract
Introduction. Treatment of tuberculosis (TB) in HIV patients is complicated due to numerous comorbidities and possible adverse effects. One of which is cutaneous adverse drug reaction (CADR). This adverse event is often difficult to manage because of multiple medications the patients get. The objective of this study was to know the prevalence and risk factors of CADR among HIV-infected patients starting anti-TB treatment. Methods. This retrospective study reviewed data from medical records of new patients at Working Group on AIDS outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital, Indonesia in January 2008-December 2010 that had started anti-TB treatment. Risk factors of CADR among HIV patients treated with antituberculosis drugs evaluated were sex, age, route of HIV transmission, TB manifestation, and baseline CD4+ cell count. Numeric data were analyzed using independent T-test if normally distributed, otherwise Mann Whitney U test were used. Chi-square or Fisher’s exact test were used for categorical data. p-value was considered significant if below 0.05. Results. Of 454 HIV-infected patients that started anti-TB treatment, median age was 30 years. Most patients were male and intravenous drug users/IDU. Median baseline CD4+ cell count was 61 cells/ μL. There were 10.6% subjects that developed CADR. Most common manifestations were maculopapular rashes (66.7%), followed by erythema multiforme (14.6%), and Stevens Johnson Syndrome (8.3%). Anti-TB drugs were stopped and then re-challenge was conducted in 54.2% patients. Anti-TB drugs were continued and only the suspected drug was stopped in 29.2% patients. The offending drugs were cotrimoxazole (41.7%), rifampicine (41.7%), ethambutol (16.7%), pyrazinamide (14.6%), pyrimethamine (12.5%), isoniazide (10.4%), streptomycin (8.3%), efavirenz (8.3%), fixed dose combination of antituberculosis drugs (8.3%), and nevirapine (4.2%). The proportion of CADR was higher in woman than man (12% vs. 10.3%, p=0.66), non-IDU than IDU (13% vs. 9.2%, p=0.20), without extrapulmonary TB than extrapulmonary TB (11.1% vs. 9.4%, p=0.29), but the associations weren’t statistically significant. Median age was higher (31 vs. 30 years, p=0.32) and CD4 cell count (59.5 vs. 62 sel/μL, p=0.96) was lower in CADR group than non CADR group. Conclusion. The prevalence of CADR among HIV-infected patients starting anti-TB treatment was 10.6%. Sex, age, route of HIV transmission, TB manifestation, and baseline CD4+ did not have statistically significant association with CADR.
Bahasa Abstract
Pendahuluan. Pengobatan tuberkulosis (TB) pada pasien HIV dapat menyulitkan karena terkait dengan berbagai komorbiditas dan kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Salah satu efek samping adalah cutaneous adverse drug reaction (CADR). Efek samping ini sering kali sulit ditata laksana karena banyak obat yang dikonsumsi pasien dalam waktu bersamaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan CADR pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapatkan obat antituberkulosis (OAT). Metode. Penelitian ini merupakan penelitian restrospektif dari data rekam medik di UPT HIV RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada ODHA yang mendapatkan obat OAT selama Januari 2008-Desember 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan CADR pada ODHA yang mendapat OAT yang diteliti adalah jenis kelamin, usia, sumber penularan HIV, manifestasi TB, dan hitung CD4. Variabel numerik dianalisis dengan menggunakan uji T independen bila terdistribusi normal atau uji Mann- Whitney U bila distribusi tidak normal. Uji chi-square atau Fisher’s exact digunakan untuk menganalisis variabel kategorik. Hasil dianggap signifikan secara statistik apabila nilai p<0,05. Hasil. Terdapat 454 ODHA yang mendapat obat OAT dengan median usia 30 tahun. Sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dan memiliki risiko penularan HIV dari narkoba suntik. Median hitung sel CD4+ baseline adalah 61 sel/μL. Terdapat 10,6% pasien yang mengalami CADR. Manifestasi CADR paling banyak yaitu ruam makulopapular (66,7%), diikuti oleh eritema multiforme (14,6%), dan sindrom Stevens Johnson (8,3%). OAT dihentikan dan kemudian dilakukan provokasi pada 54,2% pasien. OAT dilanjutkan dan hanya obat yang dicurigai kuat menjadi penyebab CADR yang dihentikan pada 29,2% pasien. Obat yang menjadi penyebab CADR yaitu kotrimoksasol (41,7%), rifampisin (41,7%), etambutol (16,7%), pirazinamid (14,6%), pirimetamin (12,5%), isoniazid (10,4%), streptomisin (8,3%), efavirenz (8,3%), OAT fixed dose combination (8,3%), dan nevirapin (4,2%). Proporsi CADR lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (12% vs. 10,3%, p=0,66), pada non-narkoba suntik dibandingkan narkoba suntik (13% vs. 9,2%, p=0,20), dan pada manifestasi TB tanpa keterlibatan ekstraparu dibandingkan ekstraparu (11,1% vs. 9,4%, p=0,29), namun perbedaannya tidak signifikan. Median usia lebih tinggi (31 vs. 30 tahun, p=0,32) dan hitung CD4 lebih rendah (59,5 vs. 62 sel/μL, p=0,96) pada kelompok yang mengalami CADR dibandingkan yang tidak mengalami CADR. Kesimpulan. Prevalensi CADR pada ODHA yang mendapatkan OAT yaitu 10,6%. Jenis kelamin, usia, sumber penularan HIV, manifestasi TB, dan hitung CD4 tidak berhubungan dengan CADR pada ODHA. Kata Kunci: Cutaneous adverse drug reaction, HIV, tuberkulosis
Recommended Citation
Widhani, Alvina; Karjadi, Teguh Harjono; Yunihastuti, Evy; Salwani, Desi; Pramudita, Angga; Nababan, Saut Horas; Praptini, Mirna Nurasri; and Mondrowinduro, Prionggo
(2022)
"Cutaneous Adverse Drug Reaction Among HIV-Infected Patients Starting Antituberculosis Treatment,"
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia: Vol. 9:
Iss.
4, Article 20.
DOI: 10.7454/jpdi.v9i4.1020
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jpdi/vol9/iss4/20