Abstract
Severe malaria is a serious infectious disease that required immediate diagnosis and prompt treatment. Severe malaria may result several organ failures which is similar with other infectious diseases like SARS-CoV-2, sepsis, dengue, and HIV infection. Most of those infection have similar symptoms such as fever, myalgia, and headache, therefore physician should have high suspicion regarding co-infection with other infectious agents. The overlapping symptoms of co-infections may become a challenge for physician in diagnosing and delivering prompt therapy. Failure to deliver prompt treatment may lead to fatal outcome such as in severe malaria case. Stigmatization of all patients with fever and cough for COVID-19, may lead to misdiagnosis, moreover in some facilities which SARS-COV-2 PCR testing may not readily available to rule out infection. Therefore, it is importance to have broad differential diagnosis of fever during COVID-19 pandemic era, including the possibility of malaria infection in immunocompromised patients This can be achieved by comprehensive history taking and physical examination in evaluating patients with fever. We report antiretroviral naïve HIV infected patient with severe malaria indicated by several multi organ damage that successfully treated.
Bahasa Abstract
Malaria berat merupakan suatu kegawatdaruratan penyakit infeksi yang membutuhkan diagnosis dan tata laksana secara dini. Malaria berat dapat menyebabkan berbagai kegagalan organ yang mirip dengan penyakit infeksi lain seperti sepsis, infeksi SARS-CoV-2, demam berdarah dengue, dan HIV. Kebanyakan dari infeksi tersebut memiliki kemiripan gejala seperti demam, mialgia, dan sakit kepala, oleh karena itu perlu kecurigaan tinggi tentang adanya kemungkinan koinfeksi dengan agen infeksius lainnya. Gejala koinfeksi yang tumpang tindih dapat menjadi tantangan bagi dokter dalam mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat. Kegagalan dalam memberikan pengobatan yang tepat dapat berakibat fatal seperti pada kasus malaria berat. Stigmatisasi semua pasien dengan demam dan batuk karena COVID-19, dapat menyebabkan kesalahan diagnosis, apalagi pada fasilitas kesehatan yang mungkin tidak tersedia uji diagnotik virus SARS-COV-2 berbasis polymerase-chain-reaction (PCR) untuk menyingkirkan kecurigaan infeksi COVID-19. Oleh karena itu, penting untuk memiliki diagnosis banding demam yang luas selama era pandemi COVID-19, termasuk kemungkinan infeksi malaria pada pasien imunokompromais. Hal ini dapat dicapai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komprehensif dalam evaluasi pasien dengan demam. Laporan ini membahas mengenai pasien koinfeksi HIV yang belum pernah mendapat terapi antiretrovirus dengan malaria berat yang ditunjukkan dengan kerusakan multi organ yang berhasil ditata laksana.
Kata Kunci: COVID-19, HIV, malaria berat, pendekatan demam
Recommended Citation
Harijanto, Paul; Mawuntu, Rosye; Rusli, Novia; Adiwinata, Randy; and Nugroho, Agung
(2023)
"Manajemen Koinfeksi Malaria Berat dengan HIV Belum Mendapat Terapi Antiretrovirus di Era Pandemi COVID-19: Sebuah Laporan Kasus,"
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia: Vol. 10:
Iss.
3, Article 1.
DOI: 10.7454/jpdi.v10i3.1480
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jpdi/vol10/iss3/1