•  
  •  
 

Abstract

This article investigates the incumbent’s curse in the candidacy process in Indonesia by using Bahrain Kasuba’s failure in the running for re-election in South Halmahera in 2020 as its case study. This study diverges from the traditional scholarship on the incumbent curse, which focuses on the election stage. Instead, we focus on the candidacy stage. Candidacy processes and elections are two different political events. Both have differences in three things: their victory targets, mechanisms, and political processes. These three differences urge the study of the effect of incumbency on candidacy, an important aspect to analyze. This article uses the party institutionalization and competitive factionalism frameworks to analyze how both factors affect the incumbent’s candidacy. We employed a case study method by conducting in-depth interviews with Bahrain Kasuba’s winning team and their competitors and exploring secondary data from media coverage and relevant literature. The study’s findings indicate that Bahrain Kasuba’s failure in the candidacy was caused by institutional factors, namely the weakness of party institutionalization and factionalism. In this case, the weakness of party institutionalization is characterized by the absence of ideological ties between parties and cadres and the lack of the party’s solidity as an organization. Meanwhile, factionalism occurred within parties and the Kasuba family, a dominant political elite in North Maluku. The factionalism in these two arenas placed Bahrain Kasuba in conflict with political party elites, which dictate the outcomes of candidacies.

Bahasa Abstract

Artikel ini menginvestigasi kutukan petahana dalam proses kandidasi pilkada di Indonesia dengan menggunakan studi kasus kekalahan Bahrain Kasuba pada kandidasi Pilkada Halmahera Selatan Tahun 2020. Artikel ini mencoba keluar dari tradisi literatur tentang kutukan petahana yang fokus pada tahapan pemilihan. Sebaliknya, kami focus pada tahapan kandidasi. Kandidasi dan pemilihan merupakan dua kejadian politik yang berbeda. Keduanya memiliki perbedaan dalam tiga hal, yaitu target penentu kemenangan, mekanisme, dan proses politik yang menentukan. Tiga perbedaan tersebut membuat studi petahana pada proses kandidasi menjadi penting untuk dianalisis. Artikel ini meminjam kerangka teori kelembagaan partai dan faksionalisme kompetitif, di mana lemahnya kelembagaan partai dan faksionalisme kompetitif intra partai menyebabkan kegagalan petahana dalam kandidasi. Metode penelitian yang digunakan berupa studi kasus dengan melakukan wawancara mendalam dengan tim pemenangan Bahrain Kasuba dan kompetitor sekaligus mendalami data sekunder dari pemberitaan media dan literatur yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kekalahan Bahrain Kasuba dalam kandidasi disebabkan oleh faktor institusional, yaitu lemahnya kelembagaan partai dan faksionalisme. Dalam kasus ini, Lemahnya kelembagaan partai dicirikan dengan ketiadaan ikatan ideologis antara partai dan kader dan tidak solidnya partai sebagai organisasi. Sedangkan faksionalisme terjadi dalam dua arena sekaligus, yaitu intra partai dan intra keluarga Keluarga Kasuba, yang merupakan elit politik dominan di Maluku Utara. Dua hal tersebut membuat Bahrain Kasuba berkonflik dengan elit partai politik, yang menjadi penentu utama dalam kandidasi.

Share

COinS