•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

This thesis examines the status of copyright as an inheritable asset recognized under Indonesian law, as well as the legal standing of heirs based on a Certificate of Inheritance (Surat Keterangan Hak Mewaris or SKHM) issued after a copyright infringement has occurred, as reflected in Decision No. 35/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN Niaga Jkt.Pst. This research employs a doctrinal legal method, supported by expert interviews. In the case under study, it was found that although inheritance under civil law occurs automatically upon the death of the copyright holder, the transfer of copyright requires written evidence and official registration with the Directorate General of Intellectual Property (DGIP) by the heir. Without such registration, the law does not recognize the heir as the legitimate copyright holder, and thus, no legal consequences arise for third parties. The court decision also confirms that a SKHM issued after the occurrence of a copyright infringement remains valid. Therefore, in the context of copyright inheritance, a SKHM may have retroactive effect with respect to copyright violations, given the absence of specific regulations explicitly governing such circumstances. The study concludes that legal protection of copyright will only be effective if supported by proper administrative procedures. Hence, it is recommended that heirs promptly carry out the copyright transfer registration process to ensure maximum legal protection. Additionally, the government is urged to clarify technical regulations related to the mechanism of copyright inheritance.

Bahasa Abstract

Tulisan ini membahas kedudukan hak cipta sebagai objek waris yang diakui dalam hukum di Indonesia, serta kedudukan ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Hak Mewaris (SKHM) yang dibuat setelah terjadinya pelanggaran hak cipta, sebagaimana tercermin dalam Putusan Nomor 35/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dan didukung oleh data hasil wawancara dengan para ahli. Dalam kasus yang menjadi objek penelitian, ditemukan bahwa meskipun menurut hukum perdata pewarisan terjadi secara otomatis setelah adanya peristiwa kematian, peralihan hak cipta tetap memerlukan bukti tertulis dan pencatatan resmi di DJKI oleh ahli waris. Tanpa pencatatan tersebut, hukum memandang pemegang hak cipta bukanlah ahli waris, sehingga tidak menimbulkan akibat hukum terhadap pihak ketiga. Putusan ini juga menegaskan bahwa SKHM yang dibuat oleh ahli waris tetap sah meskipun dibuat setelah terjadinya pelanggaran hak cipta. Oleh karena itu, dalam konteks pewarisan hak cipta, SKHM dapat berlaku surut terhadap pelanggaran hak cipta, mengingat belum adanya pengaturan khusus yang mengatur secara eksplisit mengenai hal tersebut. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap hak cipta hanya akan efektif apabila didukung oleh prosedur administratif yang tepat. Oleh karena itu, disarankan agar ahli waris segera mengurus pencatatan peralihan hak cipta guna memastikan perlindungan hukum secara maksimal. Selain itu, pemerintah perlu memperjelas regulasi teknis terkait mekanisme pewarisan hak cipta.

References

  1. A. Daftar Referensi
  2. 1. Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan

PP tentang Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait ,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2020.

Undang-Undang tentang Hak Cipta, UU Nomor 28 Tahun 2014. LN Tahun 2014 Nomor 266, TLN Nomor 5599.

Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004, UU Nomor 2 Tahun 2014. LN Tahun 2014 Nomor 3, TLN Nomor 5491.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelihjk Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio.

Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat Nomor 35/Pdt.Sus-Hak Cipta/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Sena Meaya Ngantung, dll melawan PT Grand Indonesia, (2020).

  1. 2. Buku

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia R.I.. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Tangerang: DJHKI, 2003.

Maulana, Insan Budi, Henny Marlyna, Ananda Ramadhan Maulana, dan Aulia Iqbal Maulana. Pengantar (Akta) Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual untuk Notaris dan Konsultan HKI. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2021.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

  1. 3. Artikel

Damaiyanti, Alifia dan Kholis Roisah. “Peran Notaris dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Studi Komparatif Praktik Hukum Indonesia dan Standar Internasional.” Jurnal UNES Law Review. Vol. 6 No. 4 (2024). Hlm. 11626.

Kariza, Nindya Cipta dan Budi Agus Riswandi. “Bentuk Pelanggaran Hak Cipta atas Penggunaan Hak Cipta Warkop DKI.” Journal of Intellectual Property. Vol. 5 No. 2 (2022). Hlm. 158.

Moechthar, Oemar, Agus Sekarmadjiand dan Ave Maria Frisa Katherina. “A Juridical Study of Granting Wills to Heirs in the Pespective of Islamic Inheritance Law.” Jurnal Yuridika. No. 3 (2022). Hlm. 742.

Prasetyo, Ramadhio Adi. “Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) sebagai Objek Waris dalam Hukum Perdata.” Journal of Intellectual Property (JIPRO). Vol. 5 No. 1 (2022). Hlm. 75.

Yoga, I Gusti Kade Prabawa Maha, Afifah Kusumadara dan Endang Sri Kawuryan. “Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris Untuk Warga Negara Indonesia.” Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan. Vol. 3 No. 2 (2018). Hlm 134-137.

  1. 4. Internet

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. “Permohonan Pencatatan Pengalihan Hak atas Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait yang Tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan.” Tersedia pada https://www.dgip.go.id/menu-utama/hak-cipta/pasca-permohonan-hak-cipta. Diakses pada tanggal 10 Maret 2025.

Kementerian Hukum Republik Indonesia Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. “Permohonan Pencatatan Pengalihan Hak atas Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait yang Tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan”. https://www.dgip.go.id/menu-utama/hak-cipta/pasca-permohonan-hak-cipta. diakses 3 Maret 2025.

Share

COinS