"Urgensi Dokumen Persetujuan Pasangan Kawin" by Ambria Rahma Widiastuti
  •  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

This thesis analyzes the legal provisions governing the mandatory existence of a document of consent from the spouses, made underhand before the signing of the deed of establishment of Commanditaire Vennootschap (hereinafter "CV"), and the legal consequences if the deed of establishment of CV is signed without the consent of the spouses. This research method uses a doctrinal approach through a literature study and is analyzed qualitatively. Article 36 paragraph (1) stipulates that "everything related to joint property that will be carried out legal action against it requires the consent of both parties." The legal agreements undertaken by a CV impose certain responsibilities on its allies. In the event that the obligations of the agreement cannot be fulfilled and the CV experiences a loss, the active allies in the CV are jointly and severally liable up to their personal assets. Consequently, the joint assets can be used as bankruptcy assets. This arrangement may contradict the ethical principles of justice for a spouse who was unaware of the CV's establishment, yet is compelled to share in the financial obligations of the CV, which are derived from the joint assets of both parties. To mitigate potential disputes arising from the utilization of joint assets for debt repayment, both spouses must provide consent to ensure fairness and prevent undue financial burden.

Bahasa Abstract

Tesis ini menganalisis bagaimana ketentuan yang mengatur tentang keharusan adanya dokumen persetujuan pasangan kawin yang dibuat secara bawah tangan sebelum dilakukannya penandatanganan akta pendirian Commanditaire Vennootschap (“CV”). Penelitian ini menggunakan metode doktrinal melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Pasal 36 ayat (1) mengatur bahwa “segala sesuatu yang berkaitan dengan harta bersama yang akan dilakukan tindakan hukum terhadapnya memerlukan persetujuan dari kedua belah pihak.” Pasal tersebut dapat menjadi dasar hukum pembuatan dokumen persetujuan pasangan kawin sebelum pendirian CV dalam hal modal yang dimasukan berupa harta bersama perkawinan. Perikatan-perikatan yang dilakukan oleh CV membebankan tanggung jawab kepada para sekutunya, berakibat pula apabila kewajiban dari perikatan tidak dapat dipenuhi dan CV mengalami kerugian, para sekutu aktif dalam CV bertanggung jawab secara tanggung renteng sampai ke harta kekayaan pribadi, dalam hal ini harta bersama dapat dijadikan sebagai harta pailit. Hal ini menyinggung rasa keadilan bagi suami atau isteri yang tidak pernah mengetahui atau menyetujui didirikannya CV tersebut tetapi ia harus ikut menanggung utang-utang CV yang diambil dari harta bersama. Persetujuan pasangan diperlukan untuk menghindari perselisihan yang mungkin terjadi akibat dari harta bersama yang dimasukkan ke dalam CV dan dijadikan pelunasan utang CV serta harta bersama lainnya yang dapat terseret sebagai pelunasan utang CV.

References

  1. A. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang [Wetboek van Koophandel], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek], diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio.

Undang-Undang Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU Nomor 37 Tahun 2004. LN Tahun 2004 No. 131 TLN No. 4443.

Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974. LN Tahun 1974 No. 1 TLN No. 3019.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata, Permenkumham Nomor 17 Tahun 2018. BN Tahun 2018 No. 1011.

  1. B. Buku

Abdurrahman. (1995). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet. II. Jakarta: Akademika Persindo.

Bhat, P. Ishwara. (2019). Idea and Methods of Legal Research. Oxford: Oxford University Press.

Mulhadi. (2018). Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia. Depok: Rajawali Pers.

Nasution, Muhammad Syukri Albani. (2017). Hukum dalam Pendekatan Filsafat. Jakarta: Kencana.

Satrio, J. (1993). Hukum Harta Perkawinan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Literasi Media Publishing.

Sjahdeini, Sutan Remy (2009). Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Sutedi, Adrian. (2009). Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia.

  1. C. Tesis

Hubertina, Elva Monica. (2021). Pengalihan Hak Atas Tanah dari Harta Bersama yang Dilakukan Tanpa Persetujuan Pasangan Suami Istri (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kotabaru Nomor 1/Pdt.G/2019/PNKTB). Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia, Depok.

  1. D. Jurnal/Artikel

Sitompul, Raysha Anggarani dan Mohamad Fajri Mekka Putra. (2022). Keabsahan Akta Pendirian Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) Oleh Pasangan Suami-Istri Tanpa Perjanjian Pisah Harta. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan (JISIP). Vol. 6. No. 3. Hlm. 10117.

Murniati, Rilda. (2018). Asas Tanggung Renteng Pada Bentuk Usaha Bukan Badan Hukum dan Akibat Hukum Bagi Harta Perkawinan. Jurnal Cepalo. Vol. 2, No. 2. Hlm. 115.

  1. E. Internet

Peterdy, Kyle. (2025). “A Theory of Justice”. CFI. Article were rely on https://corporatefinanceinstitute.com/resources/esg/a-theory-of-justice/.

Share

COinS