•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5, namun pada pelaksanaannya masih menimbulkan masalah apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sehingga mengakibatkan pembatalan perkawinan. Salah satu penyebab pembatalan perkawinan adalah pemalsuan identitas yang dilakukan oleh pihak suami dalam poligami. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 498/Pdt.G/2022/PA.Tnk. Penelitian ini menganalisis akibat hukum pembatalan perkawinan terhadap hak-hak istri kedua karena suami poligami memalsukan identitas diri dan kewenangan majelis hakim dalam memberikan nasihat kepada istri pertama mengenai isi gugatan apabila dikaitkan dengan pertimbangan hakim di dalam putusan. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa akibat hukum pembatalan perkawinan poligami yang terjadi karena pemalsuan identitas oleh suami terhadap hak-hak istri kedua terdiri dari tiga hal yaitu terhadap hubungan suami istri, kedudukan anak dan harta benda perkawinan. Adapun kewenangan Majelis Hakim dalam pertimbangannya memberikan nasihat terkait isi gugatan merupakan pelaksanaan prinsip hakim bersifat aktif dalam persidangan perkara perdata dengan pertimbangan bahwa perkawinan poligami tersebut masih dapat dilanjutkan sepanjang istri pertama bersedia menerima. Istri pertama dalam hal ini tidak menerima nasihat Majelis Hakim sehingga proses persidangan dilanjutkan dengan pembuktian terhadap alat bukti berupa surat dan saksi, hakim menemukan fakta bahwa perkawinan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga Majelis Hakim memutuskan membatalkan perkawinan poligami tersebut.

Share

COinS