•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

This thesis discusses about the aplication of the law for revocation of a testament in the case of Decision Religious High Court DKI Jakarta Number 48/Pdt.G/2019/PTA.JK. Furthermore, also discusses about Notary’s responsibility for the revoked of Testament Deed. This research used normative judicial research methods with the type of analytical descriptive research with the aim of providing data as accurately as possible about a situation espcecially regarding the Notary’s fault in the making of Testament Deed based on the Decision Religious High Court DKI Jakarta Number 48/Pdt.G/2019/PTA.JK. The conclusion which obtained from this research is the law application carried out by the Judge in that case is appropiate. However, it would be better if the Judge decided not to revoke the testament, but decided that the testament could be carried out up to a maximum of 1/3 (in accordance with the provisions of Article 201 KHI) by removing ATF from the list of testament and one of the objects of the testament those who are still bound together, must be settled first. Notary who made the testament deed can be held liable administratively and civilly with the reference to the provisions of Article 85 and 84 UUJN. Civil responsibility is imposed because the Notary has violated the provisions stipulated in the KHI, causing the Testament Deed to be revoked by the Judge.

Bahasa Abstract

Artikel ini membahas mengenai penerapan hukum atas pembatalan wasiat dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta Nomor 48/Pdt.G/2019/PTA.JK. Selain itu, dibahas juga mengenai tanggung jawab Notaris pembuat Akta Wasiat yang dibatalkan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis yang bertujuan untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai suatu keadaan, khususnya mengenai kesalahan Notaris dalam pembuatan Akta Wasiat berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 48/Pdt.G/2019/PTA.JK. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu penerapan hukum yang dilakukan oleh Hakim pada kasus tersebut sudah tepat. Namun, akan lebih baik jika Hakim memutuskan untuk tidak membatalkan Akta Wasiat tersebut, tetapi memutuskan bahwa wasiat tersebut bisa dilaksanakan sampai dengan maksimal 1/3 (sesuai dengan ketentuan Pasal 201 KHI) dengan mengeluarkan ATF dari daftar penerima wasiat dan salah satu objek wasiat yang masih terikat harta bersama dengan mantan istri Pewasiat diselesaikan terlebih dahulu pembagiannya dari harta peninggalan Pewasiat. Notaris pembuat Akta Wasiat yang dibatalkan dapat dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan mengacu kepada ketentuan Pasal 85 dan Pasal 84 UUJN. Tanggung jawab secara perdata dikenakan karena Notaris telah melanggar ketentuan yang diatur dalam KHI terkait dengan wasiat sehingga menyebabkan Akta Wasiat yang dibuatnya tersebut dibatalkan oleh Hakim.

Share

COinS