•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara khususnya dalam membuat alat bukti berupa akta autentik berpotensi melakukan pelanggaran atau kelalaian terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris dan/atau Kode Etik Notaris. Dalam kasus ini Notaris membuat akta yang mengandung penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang dilakukan oleh salah satu penghadapnya. Penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian menjadi hal yang sangat penting karena dapat mempengaruhi kebebasan berkehendak pada saat pembuatan akta. Salah satu pihak mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang lebih kuat terhadap pihak lain, menyebabkan pihak lain tersebut tidak bebas berkehendak merupakan salah satu bentuk cacat kehendak dalam perjanjian. Artikel ini membahas mengenai terjadinya penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan akta menurut ketentuan hukum yang berlaku dan bentuk pertanggungjawaban Notaris terhadap akta yang dibuatnya apabila Notaris ditarik sebagai pihak dalam perkara (studi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 303/Pdt/2019/PT DKI). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dengan menggunakan jenis data sekunder yang berasal dari studi dokumen dan dianalisis melalui metode analisis kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terjadinya penyalahgunaan keadaan khususnya penyalahgunaan keunggulan ekonomi dalam proses penandatanganan akta pengakuan hutang oleh salah satu pihak di hadapan Notaris merupakan salah satu bentuk cacat kehendak yang tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 butir (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengakibatkan akta Notaris dibatalkan. Terhadap sikap dan perilaku Notaris dalam kasus ini tidak bertindak amanah, saksama, bahkan cenderung berpihak pada salah satu pihak dalam pembuatan akta, dapat dimintakan pertanggungjawaban berupa pemberian sanksi perdata, sanksi administratif, dan sanksi etika.

Share

COinS