•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Artikel ini mengangkat peristiwa yang berawal saat Alm. PA VIII berjanji kepada kakeknya yaitu PB X untuk menjadikan R sebagai istri yang dituakan, walaupun Alm. PA VIII menikah terlebih dahulu dengan P. Berdasarkan kedudukan R, maka anak laki-laki pertamanya berhak atas tahta setelah meninggalnya PA VIII. Penunjukkan putra mahkota tidak pernah disampaikan di hadapan masyarakat umum sehingga terjadi perseturuan diantara anak-anaknya. PA IX Al-Haj yang merasa berhak atas tahta Pakualaman kemudian menggugat PA X anak dari PA IX. Salah satu bukti yang dihadirkan dalam pengadilan akta rapat keluarga yang di-waarmerking oleh notaris dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Permasalahan dalam artikel ini mengenai kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris terhadap akta rapat keluarga penobatan PA IX Al-Haj yang di-waarmerking dan didaftarkan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Metode penelitian berupa yuridis normatif dengan pendekatan analisis kualitatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Penelitian ini menjelaskan bahwa waarmerking penobatan PA IX Al-Haj berdasarkan rapat keluarga yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Yogyakarta, tidak memiliki kekuatan pembuktian yang mutlak. Pada dasarnya akta waarmerking mempunyai kedudukan yang sama dengan akta dibawah tangan. Pada kasus ini hakim tidak berpedoman pada akta yang di-waarmerking, namun mengembalikan pada hukum adat keraton (paugeran) dan hukum tata pemerintahan yang berlaku. Notaris tidak bertanggung jawab secara materiil terhadap akta yang di-waarmerking. Dalam melakukan waarmerking notaris hanya memastikan bahwa akta tersebut benar-benar ada dan memberikan cap pada akta tersebut untuk memberikan tanda bahwa akta tersebut sudah didaftarkan di notaris.

Share

COinS