Indonesian Notary
Abstract
Sifat terang dan tunai yang berasal dari Hukum Adat telah mengelami modernisasi, sehingga sifat terang berarti perbuatan hukum jual beli harus dilakukan di hadapan PPAT/PPAT Sementara, sedangkan sifat tunai berarti adanya pemenuhan prestasi secara bersamaan yaitu penjual menyerahkan hak atas tanahnya secara yuridis dan pembeli membayar secara penuh (lunas). Pengertian dari sifat terang dan tunai diartikan secara beragam sehingga memunculkan perdebatan, baik secara teoritik maupun praktik seperti halnya yang terjadi terhadap jual beli hak atas tanah yang belum lunas dalam Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 6/Pdt.G/2020. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai pengaturan sifat terang dan tunai dalam jual beli hak atas tanah di Indonesia. Selain itu juga mengenai penerapan sifat terang dan tunai dalam jual beli yang belum lunas. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian yuridis normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis menunjukkan bahwa sifat terang tidak diatur sama sekali dalam ketentuan hukum di Indonesia, sehingga penerapannya mengacu kepada ketentuan Hukum Adat. Adapun pengaturan mengenai sifat tunai ditemukan pada Lampiran 1 huruf b bagian premisse Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012. Dari ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa sifat terang dan tunai telah dipenuhi dalam jual beli hak atas tanah meskipun sisa pembayarannya dilunasi melalui Perjanjian Pengosongan sebagaimana permintaan dari pembeli guna menghindari tidak dikosongkannya objek jual beli oleh penjual.
Recommended Citation
Salim, Sumitro
(2021)
"Penerapan Sifat Terang Dan Tunai Dalam Jual Beli Tanah Yang Belum Lunas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 6/PDT.G/2020),"
Indonesian Notary: Vol. 3:
Iss.
4, Article 30.
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/notary/vol3/iss4/30
Included in
Commercial Law Commons, Contracts Commons, Land Use Law Commons, Legal Profession Commons