•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Artikel ini membahas tentang pembatalan sertipikat hak atas tanah yang distudi melalui Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2148 K/PDT/2019. Dalam putusan tersebut, sertipikat hak atas tanah dibatalkan karena pihak yang namanya tercantum dalam sertipikat bukan pemilik yang sah atas obyek tanah yang bersangkutan. Dengan adanya pembatalan maka sertipikat hak atas tanah sudah tidak berlaku lagi. Hal ini selanjutnya menimbulkan masalah lain karena obyek tanah yang bersangkutan sudah dijual kepada pihak lain. Pembeli menjadi dirugikan karena sertipikat hak atas tanah dibatalkan sehingga ia kehilangan haknya atas obyek tanah tersebut. Untuk itu permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam pembatalan sertipikat hak atas tanah serta tanggung jawab PPAT, PPAT Sementara, dan BPN akibat adanya pembatalan sertipikat hak atas tanah tersebut. Penelitian yuridis normatif yang dilakukan di sini menggunakan studi dokumen dalam mengumpulkan data yang sifatnya sekunder. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis yang didapatkan dari penelitian ini adalah pembeli sebagai pihak yang dirugikan dalam pembatalan sertipikat hak atas tanah dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada penjual berdasarkan perbuatan melawan hukum. Kemudian, terhadap adanya pembatalan sertipikat hak atas tanah, PPAT dan PPAT Sementara tidak dapat diminta pertanggungjawaban baik secara administratif, perdata, maupun pidana sepanjang dalam membuat akta jual beli PPAT dan PPAT Sementara telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang mengatur peraturan jabatan PPAT serta kode etik PPAT. Adapun, tanggung jawab BPN adalah bertanggungjawab untuk melaksanakan putusan pengadilan tersebut, selain itu BPN dapat dituntut ganti kerugian apabila ada yang merasa dirugikan akibat pembatalan sertipikat tersebut.

Share

COinS