•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Jual beli yang dilakukan dengan “pura-pura” dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sehingga menghasilkan Akta jual beli “pura-pura” seharusnya dianggap bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, juga peraturan-peraturan lainnya dan dapat mengakibatkan akta tersebut batal demi hukum. Secara materiil jual beli tersebut tidak pernah terjadi sehingga telah melanggar salah satu syarat sahnya perjanjian yang diatur didalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebab yang halal. Penelitian ini menganalisis permasalahan berkaitan dengan akibat hukum dari dibatalkannya Akta Jual Beli oleh Pengadilan yang digugat oleh salah satu penghadap karena dianggap sebagai Akta Jual Beli “Pura-Pura” berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 859 PK/Pdt/2019 dan tanggungjawab PPAT terhadap Akta Jual Beli “Pura-Pura” yang dibatalkan oleh Pengadilan. Bentuk penelitian yuridis normatif dan dilihat dari tipologi penelitian merupakan penelitian preskriptif. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Data dalam penelitian diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum dari dibatalkannya Akta Jual Beli “Pura-Pura” dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, juga terhadap Sertipikat Hak Milik yang dianggap tidak pernah terjadi sejak awal dan jual beli “pura-pura” dianggap telah melawan hukum dan harus dibatalkan serta dianggap tidak pernah terjadi diantara keduanya karena jual beli bertujuan untuk kekal dan selama-lamanya. Tanggung jawab PPAT L terhadap Akta Jual Beli “Pura-Pura” yang dibatalkan oleh Pengadilan tidak dapat diterapkan baik secara administrasi maupun kode etik, tanggung jawab perdata maupun tanggung jawab pidana. PPAT “L” hanya menuangkan kehendak yang disampaikan oleh para pihak ke dalam akta tersebut, dan pelaksanaannya telah dilakukan sesuai dengan aturan hukum dan prosedur yang berlaku.

Share

COinS