•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam praktiknya menjalankan jabatan berbagai bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada suatu akta autentik yaitu kepalsuan intelektual dan kepalsuan materiil. Permasalahan tersebut biasanya terjadi karena kurangnya kehati-hatian dalam proses pembuatan akta. Penelitian ini menganalisis tanggung jawab PPAT dalam kasus di Putusan Mahkamah Agung Nomor 1143 K/Pid/2019 dan mengidentifikasi peran PPAT dalam mencegah terjadinya kembali kasus pemalsuan seperti di Putusan tersebut. Metode penelitian ini yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian dalam hal para penghadap tidak dapat memenuhi persyaratan baik formil maupun materiil dalam pembuatan akta, maka PPAT berhak menolak membuatkan akta. PPAT juga harus lebih mencermati khususnya mengenai subjek, objek dan tata cara pembuatan akta PPAT demi meminimalisir atau bahkan meniadakan kemungkinan terjadinya pelanggaran oleh PPAT, serta memberikan legal advice kepada penghadap berkaitan dengan akibat hukum apabila persyaratan pembuatan akta autentik tidak terpenuhi, memasukkan keterangan yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan mengacuhkan ketentuan pembuatan akta menurut peraturan yang berlaku, sehingga menghasilkan akta yang sesuai aturan hukum yang berlaku atau serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. PPAT yang bersangkutan seharusnya seharusnya dikenai sanksi administratif diberhentikan sementara paling lama 1 (satu) tahun, dimintai pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Sepanjang tindakan PPAT bersangkutan terbukti secara sengaja dan direncanakan maka terhadap PPAT bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku.

Share

COinS