•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 738/Pid.B/2018/PN Smg pada perbuatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang tidak menuntaskan pengurusan pembayaran pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang telah dititipkan oleh klien. Hal ini berujung kepada tindak pidana penggelapan uang pajak yang dilakukan oleh PPAT sehingga klien mengalami kerugian. Adapun Permasalahan yang diangkat adalah mengenai kewenangan PPAT dalam penerimaan penitipan pembayaran pajak BPHTB dan tanggung jawab PPAT dalam penggelapan pajak BPHTB pada transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisa adalah bahwa titipan pembayaran BPHTB bukan merupakan kewenangan PPAT melainkan kewajiban dari wajib pajak. Adanya titipan pembayaran BPHTB yang diterima oleh PPAT, melahirkan tanggung jawab bagi PPAT baik secara pidana, perdata, administrasi maupun kode etik. Perbuatan penggelapan pajak BPHTB yang dilakukan PPAT melanggar hukum sehingga PPAT harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana karena melanggar Pasal 374 KUHP dan Pasal 2 Ayat (1) UU PTPK, dapat digugat untuk mengganti kerugian secara perdata karena memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata, sanksi administrasi berupa denda dalam Pasal 26 ayat (1) UU BPHTB, dan pelanggaran kode etik PPAT dengan sanksi pemberhentian pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan IPPAT sebagaimana dalam Pasal 6 Kode Etik PPAT.

Share

COinS