•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Pembatalan perkawinan membawa kedudukan perkawinan yang sebelumnya terjalin dianggap tidak pernah ada melalui putusan Pengadilan Agama atau putusan Pengadilan Negeri. Pembatalan perkawinan hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang disebutkan secara tegas dalam ketentuan Pasal 23 dan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Penelitian dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yakni data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan. Penulisan ini membahas mengenai kewenangan Jaksa dalam pembatalan perkawinan dan akibat hukum pembatalan perkawinan sesama jenis. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa Jaksa berwenang untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan sesama jenis sejalan dengan ketentuan Pasal 23 dan 26 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan serta Pasal 30 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Kejaksaan sementara akibat hukum pembatalan perkawinan yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan tidak satu pun dapat dianulir dikarenakan kedua pihak yang melangsungkan perkawinan adalah pria maka dapat dipastikan bahwa tidak terdapat anak yang dilahirkan dan oleh karenanya pembatalan perkawinan tidak berdampak terhadap anak. Pembatalan perkawinan juga tidak berdampak terhadap suami istri yang bertindak dengan itikad baik terhadap harta bersama dan terhadap pihak ketiga. Sehingga pembatalan perkawinan hanya berdampak pada diri Muhlisin bin Kalamullah dan Mita alias Supriyadi, yaitu putusan pembatalan perkawinan menghapuskan ikatan suami istri diantara mereka dan perkawinan yang dilangsungkan sebelumnya dianggap seolah-olah tidak pernah ada.

Share

COinS