•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Hingga saat ini, masih ditemukan akta yang dibatalkan dengan pertimbangan akta tersebut dibuat dengan “pura-pura”. Misalnya, dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 159/Pdt.G/2018/PN. Bpp. Akta Jual Beli (AJB) dinyatakan batal demi hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan analisa data yang dilakukan secara deskriptif. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa AJB “Pura-Pura” tidak memenuhi syarat sebab yang halal karena mengandung causa palsu. PPAT yang membuat AJB“Pura-Pura” bertanggung jawab secara kode etik, administratif, pidana dan perdata. Maka, Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat AJB “Pura-Pura” dapat dikenakan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan sebagai PPAT karena apa yang dilakukannya telah melanggar isi sumpah jabatan sebagai PPAT. AJB tersebut dibuat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Artinya, PPAT telah tidak jujur dan tidak amanah dalam melaksanakan profesinya. Selain itu, tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak yang dirugikan dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1356 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Saran yang dapat diberikan yaitu PPAT dilarang membuat AJB “Pura-Pura” dan/atau segala perbuatan hukum yang didasarkan pada perjanjian yang bersifat pura-pura. Dalam menjalankan tugas membuat akta, PPAT harus tunduk dan memegang teguh isi sumpah jabatan agar tidak melakukan perbuatan yang merusak citra PPAT. Pembinaan dan pengawasan terhadap profesi PPAT juga harus diperkuat sehingga kasus-kasus yang melibatkan PPAT khususnya pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura tidak terjadi lagi.

Share

COinS