Abstract
The rise and implementation of Fintech is a result of the formation of lifestyle and consumptive behavior. This pattern of consumption behavior bases the use of commodities on desire and not on need. This happens because people continually want to complete their desire to own or use something that is beyond their needs even though they are still financially unable. One of the behaviors was exploited by Fintech, which provides financing services illegally. Illegal Fintechs are considered dangerous because they are not subject to and comply with existing regulations so that the potential deviation in the implementation process can be a threat to customers or people around the customer. The threat was born because the organizers of the illegal Fintech were ultimately not under the supervision of the relevant authorities, so that customers and the public also had difficulty monitoring and classifying legal Fintech and illegal Fintech. These problems are analyzed using the perspective of the Maqashid ash-Shariah study. This research is based on the YI case study where loan collection is done involving sexual harassment of the person concerned. This research was conducted based on literature search and media search. This research found that at least the problem is related to at least two aspects of Maqashid ash-Sharia, namely damage to the maintenance of the soul and reason.
Bahasa Abstract
Maraknya penyelenggaraan dan pemanfaatan Fintech merupakan akibat dari terbentuknya pola hidup dan perilaku konsumtif. Pola perilaku konsumsi yang demikian mendasarkan pemanfataan komoditas pada desire dan bukan pada need. Hal tersebut terjadi karena orang-orang terus menerus ingin menuntaskan hasratnya dalam memiliki atau menggunakan sesuatu yang di luar kebutuhannya meskipun secara finansial masih belum mampu. Perilaku tersebut kemudian dieksploitasi salah satunya oleh Fintech yang menyelenggarakan jasa pembiayaan secara ilegal. Fintech ilegal terbilang berbahaya karena tidak tunduk dan patuh pada regulasi yang ada sehingga potensi deviasi pada proses penyelenggaraannya dapat menjadi ancaman bagi nasabah atau orang-orang di sekitar nasabah. Ancaman tersebut lahir karena para penyelenggara Fintech ilegal tersebut pada akhirnya juga tidak berada di bawah pengawasan otoritas terkait, sehingga nasabah dan publik pun kesulitan memantau dan mengklasifikasi Fintech legal dan Fintech ilegal. Permasalahan tersebut dianalisis menggunakan perspektif studi Maqashid asy-Syariah. Penelitian ini bertumpu pada studi kasus YI yang penagihan pinjamannya dilakukan dengan melibatkan pelecehan seksual terhadap yang bersangkutan. Penelitian ini diselenggarakan berdasaran penelusuran literatur dan penelusuran media. Penelitian ini menemukan setidaknya permasalahan tersebut bersinggungan dengan sekurangnya dua aspek pada Maqashid asy-Syariah yakni rusaknya pemeliharaan atas jiwa dan akal.
References
Ali, Mohammad Daud. 1996. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Amin, Syaiful. 2018. Menjadikan Tujuan Syariah (Maqashid Syariah) sebagai Basis Utama Penemuan Hukum. Lewoleba, 19 Juli. https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/menjadikan-tujuan-syariah-maqashid-syariah-sebagai-basis-utama-penemuan-hukum-oleh-syaiful-amin-s-h-i-m-h-19-7.
Armawi, Armaidy. 2007. “Dari Konsumerisme ke Konsumtivisme (dalam Perpektif Sejarah Filsafat Barat).” Jurnal Filsafat 314-323.
asy-Syaithibi, Abu Ishaq. 2017. “Teori Maqâshid Al-Syarî’ah Dan Hubungannya Dengan Metode Istinbath Hukum.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 548–549.
CNN Indonesia. 2019. Di Balik Uang 'Panas' Pinjaman Online Ilegal . 15 Agustus. Diakses September 18, 2019. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190814225244-78-421454/di-balik-uang-panas-pinjaman-online-ilegal .
—. 2019. Polisi Usut Kasus Utang Wanita Berujung Teror Fintech. 29 Juli. Diakses Oktober 10, 2019. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190729195831-12-416565/polisi-usut-kasus-utang-wanita-berujung-teror-fintech.
Gultom, Andri Fransiskus. 2018. “Konsumtivisme Masyarakat Satu Dimensi Dalam Optik Herbert Marcuse.” Jurnal Pendidikan Nilai dan Pembangunan Karakter.
Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Jakarta: Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
—. 2016. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara RI.
—. 2011. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Jakarta: Kementerian Sekretariat Negara RI.
Isra, Yunal. 2018. Kedudukan Maqashid Syariah dalam Penetapan Syariat. 1 Agustus. Diakses September 2019, 19. https://bincangsyariah.com/kalam/maqashid-syariah-untuk-membedakan-antara-sarana-dan-tujuan-dalam-penetapan-syariat/.
Jamal, Ridwan. 2010. “Maqashid Al-syari'ah dan Relevansinya dalam Konteks Kekinian.” Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah 1-12.
Shidiq, Ghofar. 2009. “Teori Maqashid Al-syari'ah dalam Hukum Islam.” Majalah Ilmiah Sultan Agung 117-129.
Soesilo, R. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
Tribun Lifestyle. 2015. Hutang Memiliki Dampak Psikologis yang Kurang Baik, Ini 4 Cara Bebas Lilitan Hutang. 2 Desember. Diakses Oktober 16, 2019. https://m.tribunnews.com/lifestyle/2015/12/02/hutang-memiliki-dampak-psikologis-yang-kurang-baik-ini-4-cara-bebas-lilitan-hutang.
Tuasikal, Muhammad Abduh. 2009. Mudahkanlah Orang yang Berutang Padamu. 23 Juli. Diakses Oktober 16, 2019. https://rumaysho.com/149-mudahkanlah-orang-yang-berutang-padamu.html.
Recommended Citation
(2020)
"STUDI MAQASHID ASY-SYARIAH ATAS PERISTIWA PIDANA: PELECEHAN SEKSUAL MELALUI MEDIA ELEKTRONIK DALAM PENAGIHAN UTANG-PIUTANG FINTECH ILEGAL,"
Journal of Islamic Law Studies: Vol. 3:
No.
1, Article 6.
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jils/vol3/iss1/6