Abstract
Marriage is an emotional and physical bond between a man and a woman to establish a perpetual family as stipulated in The Marriage Act Number 1 Year 1974 and The Islamic Law Compilation (Kompilasi Hukum Islam). However, there are facts that in Tugu Utara Village (Desa), Cisarua, Bogor, many couples conduct marriage just for temporary period. That marriage known as the con- tract marriage (perkawinan kontrak), and people who live in Tugu Utara Village call it with mut’ah marriage. Of course, that is an interesting matter to study, because it seems there is a mistake in un- derstanding the concept of mut’ah marriage. By conducting non-doctrinal research, this research will show that the people’s perception in Tugu Utara Village about contract marriage, which is consid- ered same as mut’ah marriage, is totally wrong. The inaccuracies are due to, among others, couples who have conducted contract marriage are not the followers of Shiite, and also, in some points, the marriage contract was in fact very different from the real mut’ah marriage practice. Besides that, the contract marriage, which is conducted in Tugu Utara Village, in many aspects is unlawful.
Bahasa Abstract
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang kekal dan abadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Namun, fenomena yang ada di Desa Tugu Utara, Cisarua Puncak, Bogor, ialah terjadinya perkawinan untuk waktu tertentu atau perkawinan kontrak, dan mas- yarakat Desa Tugu Utara menyebutnya dengan istilah perkawin mut’ah. Tentunya hal itu menarik untuk dikaji karena tampak ada kekeliruan dalam memahami konsep perkawinan mut’ah. Dengan melakukan penelitian non doktrinal di daerah Puncak, Bogor, akan diperlihatkan bahwa perkawinan kontrak yang mereka sebut sebagai perkawinan mut’ah adalah tidak tepat. Ketidaktepatan tersebut dikarenakan, antara lain, mengingat mereka yang mempraktikkannya bukanlah pemeluk mazhab Islam Syiah, dan juga perkawinan kontrak itu faktanya sangat berbeda dengan konsep perkawinan mut’ah yang sebenarnya. Selain itu, perkawinan kontrak yang dilakukan di Desa Tugu Utara, dalam banyak aspek bertentangan dengan hukum positif yang berlaku.
References
Al-Musawi, Syarafuddin, 1991. Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah. Bandung: Mizan.
Hadikusuma, Hilman, 1990. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju.
Mughniyah, Muhammad Jawad, 1996. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
Qardhawi, Yusuf, 2005. Zawaj al-Misyar Haqiqotuh wa Hukmuh. Kairo: Mathba’ah al-Madani.
Rofiq, Ahmad, 2002. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Shomad, Abd., 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum In- donesia. Jakarta: Prenada Media.
Soekanto, Soerjono, 1992. Intisari Hukum Keluarga. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Soemitro, Roni H., 1993. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Syarifuddin, Amir, 2014. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fiqh Mu- nakahat dan Undang-Undang Perkawinan). Jakarta: Kencana.
Tim IAIN Syarif Hidayatullah, 1992. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Djambatan.
Recommended Citation
Abdullah, Zaitun and Tridewiyanti, Kunthi
(2021)
"PENYALAHGUNAAN KONSEP KAWIN MUT’AH PADA PRAK- TIK KAWIN KONTRAK,"
Journal of Islamic Law Studies: Vol. 2:
No.
1, Article 6.
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/jils/vol2/iss1/6