•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Pembayaran Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) pada dasarnya, merupakan kewajiban dari pihak yang melakukan transaksi jual beli hak atas tanah atau wajib pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) hanya membantu klien, dengan memberikan pelayanan untuk menyetorkan pajak BPHTB dan PPh. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pertanggungjawaban dari PPAT atas penggelapan uang titipan klien untuk pembayaran pajak BPHTB dan PPh serta penggelapan yang dikualifikasikan berdasarkan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUH Pidana) dalam putusan pengadilan Nomor 738/Pid.B/2018/PN.Smg. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan metode pendekatan perundang-undangan, bersifat eksplanatoris analitis Hasil penelitian memberi kesimpulan, bahwa PPAT bertanggungjawab atas uang yang dititipkan kepadanya untuk disetorkan kepada Kas Negara, dalam hal PPAT tidak menyetorkan uang titipan tersebut, yang di mana menimbulkan kerugian materiil pada klien, maka PPAT dapat dikenakan tanggung jawab secara perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata), dengan tanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkannya, sebagai akibat dari kesalahan yang melakukan penggelapan uang pembayaran yang dititipkan dan dipercayakan kepada PPAT. Tanggung jawab administrasi berupa pemberhentian sementara, karena telah melakukan pelanggaran berat dengan menggelapkan uang titipan klien untuk membayar pajak atas transaksi jual beli, yang merupakan perbuatan tercela, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 2 Tahun 2018. Selanjutnya, penggelapan yang dilakukan oleh PPAT, dikualifikasikan sebagai tindak pidana penggelapan diperberat, yang tertera dalam ketentuan Pasal 374 KUH Pidana, karena adanya hubungan kerja antara PPAT dan klien.

Share

COinS