•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Jurnal ini membahas mengenai pembebanan hak tanggungan yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan kawin yang masih memiliki hak atas objek harta bersama yang belum terbagi setelah terjadi perceraian. Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan. Pokok permasalahan yang diangkat dalam artikel ini yaitu keberlakuan dari perjanjian kredit yang menggunakan APHT atas objek harta bersama yang cacat hukum dan permasalahan berikutnya yaitu tanggung jawab PPAT atas APHT yang dibuatnya tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah perjanjian kredit tetap berlaku, dikarenakan APHT merupakan perjanjian accessoir yang tidak berdiri sendiri dan bergantung pada perjanjian pokoknya yang dalam hal ini adalah perjanjian kredit. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan mengatur bahwa mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut dapat dibatalkan karena tidak memenuhi unsur sepakat yang merupakan syarat subjektif sahnya perjanjian, atau batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian mengenai suatu sebab yang halal yang menentukan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Menurut J. Satrio, untuk membatalkan sebuah perjanjian atau menentukan adanya kausa yang halal atau tidak dalam perjanjian maka harus dilakukan dengan mengajukan gugatan sehingga pengadilan akan mengeluarkan putusan yang bersifat konstitutif untuk membatalkan perjanjian tersebut. PPAT yang telah membuat APHT tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara administratif, perdata, dan pidana.

Share

COinS