•  
  •  
 

Indonesian Notary

Abstract

Negara Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan di Indonesia berbeda dengan konsep pembagian kekuasaan Montesquieu yang hanya terdiri dari eksekutif, yudikatif, legislatif, tetapi di Indonesia terdapat juga kekuasaan eksaminatif yang berfungsi untuk memeriksa keuangan negara yang dipengang oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri yang secara struktural merupakan pemegang kekuasaan eksekutif karena merupakan jabatan diangkat presiden sesuai dengan Pasal 17 ayat 1-3 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Meskipun demikian, notaris tidak menerima gaji maupun uang pensiun dari pemerintah layaknya Pegawai Negeri Sipil, tetapi hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu. Hubungan antara menteri dengan notaris terikat dengan adanya asas ketidakberpihakan karena menteri sebagai pejabat negara harus tunduk kepada Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (selanjutnya disingkat AUPUB) dengan memberikan 8 (delapan) asas AUPB pada Pasal 10 ayat 1 yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan wewenang, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Notaris juga dalam menjalankan jabatannya juga harus memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan sesuai dengan Pasal 20 ayat 1 UU 2/2014, di samping notaris juga tergolong sebagai pejabat negara sesuai dengan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang ASN jo. Pasal 112 huruf i Undang-Undang KKN. Implikasi terhadap tindakan notaris yang tidak menjaga kemandirian dan ketidakberpihakannya dapat diberhentikan sementara atau diberhentikan dengan tidak hormat sesuai dengan tingkat perbuatannya, rekomendasi dari Majelis Pengawas, dan keputusan dari menteri.

Share

COinS