Abstract
Fiduciary security in Indonesia grants creditors direct execution rights over collateral based on an executorial title. However, following Constitutional Court Decision No. 18/PUU-XVII/2019 in conjunction with No. 2/PUU-XIX/2021, creditors may no longer execute unilaterally if the debtor disputes the default or refuses to surrender the collateral. This study aims to analyse the legal issues arising from the Court’s decision and to compare them with the enforcement mechanisms of fixed and floating charges in Singapore, which are governed by the IRDA 2018, CLPA 1886, Bills of Sale Act 1886, and Companies Act 1967. Using a doctrinal legal method and comparative law approach, the research finds that Indonesia’s legal framework prioritises debtor protection through judicial oversight but lacks objective limits on debtor objections, making it susceptible to abuse. In contrast, Singapore imposes strict formal requirements and timelines for debtor resistance, while preserving the creditor’s contractual enforcement rights. The comparison highlights the need for regulatory reform in Indonesia to ensure a balanced approach between legal protection and execution efficiency.
Bahasa Abstract
Jaminan fidusia di Indonesia memberikan kreditor hak eksekusi langsung atas objek jaminan berdasarkan titel eksekutorial. Namun, pasca Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 jo. No. 2/PUU-XIX/2021, kreditor tidak dapat lagi mengeksekusi secara sepihak jika debitur tidak mengakui wanprestasi dan menolak menyerahkan objek jaminan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pergeseran ketentuan hukum dan permasalahan yang timbul akibat putusan tersebut, serta membandingkannya dengan mekanisme eksekusi fixed dan floating charge di Singapura yang tunduk pada IRDA 2018, CLPA 1886, Bills of Sale Act 1886, dan Companies Act 1967. Penelitian ini menggunakan metode hukum doktrinal dengan pendekatan perbandingan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem Indonesia cenderung memberikan perlindungan lebih besar kepada debitur melalui pengawasan pengadilan, namun tanpa batasan objektif terhadap keberatan, sehingga rentan disalahgunakan. Sebaliknya, sistem Singapura menetapkan prosedur yang formal dan terstruktur untuk keberatan debitur, sekaligus memastikan kreditor tetap dapat mengeksekusi haknya secara efisien. Perbandingan ini menunjukkan perlunya reformulasi hukum eksekusi jaminan di Indonesia agar lebih seimbang antara perlindungan dan efektivitas.
Recommended Citation
Andhini, Trissyahne Nove and Humaira, Lauditta
(2025)
"Eksekusi Jaminan Fidusia: Suatu Perbandingan Hukum Dengan Fixed and Floating Charge di Singapura,"
Lex Patrimonium: Vol. 4:
Iss.
3, Article 6.
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/lexpatri/vol4/iss3/6
Included in
Civil Law Commons, Comparative and Foreign Law Commons, Property Law and Real Estate Commons, Securities Law Commons