•  
  •  
 

Abstract

Fokus perhatian artikel ini terletak pada argumentasi mengapa diperlukan kepastian hukum atas produk halal di Indonesia. Uraian argumentasi di dalamnya menyangkut politik hukum pada tataran legislasi dan praksis yang dilakukan oleh Negara dalam konteks perlindungan konsumen di Indonesia. Dalam perspektif sub sistem (hukum) perlindungan konsumen di Indonesia, Pasal 8 ayat (1) huruf h Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK 1999) seyogyanya menjadi rujukan utama untuk menentukan substansi yang diatur Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH 2014). Penulis menyajikan hal-hal yang seyogyanya menjadi fokus perhatian dalam penegakan hukumnya agar harmonis dengan perundang-undangan perlindungan konsumen yang terlebih dahulu berlaku. Harmonisasi vertikal maupun horizontal atas substansi UU JPH 2014 yang telah dilakukan pada saat pembahasannya terdahulu seyogyanya menjadi perhatian pada tataran praksis. Pendekatan filosofis pun hendaknya menjadi perhatian dalam menentukan perlu tidaknya penerapan hukum pidana dalam penegakan hukumnya.Fokus perhatian artikel ini terletak pada argumentasi mengapa diperlukan kepastian hukum atas produk halal di Indonesia. Uraian argumentasi di dalamnya menyangkut politik hukum pada tataran legislasi dan praksis yang dilakukan oleh Negara dalam konteks perlindungan konsumen di Indonesia. Dalam perspektif sub sistem (hukum) perlindungan konsumen di Indonesia, Pasal 8 ayat (1) huruf h Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK 1999) seyogyanya menjadi rujukan utama untuk menentukan substansi yang diatur Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH 2014). Penulis menyajikan hal-hal yang seyogyanya menjadi fokus perhatian dalam penegakan hukumnya agar harmonis dengan perundang-undangan perlindungan konsumen yang terlebih dahulu berlaku. Harmonisasi vertikal maupun horizontal atas substansi UU JPH 2014 yang telah dilakukan pada saat pembahasannya terdahulu seyogyanya menjadi perhatian pada tataran praksis. Pendekatan filosofis pun hendaknya menjadi perhatian dalam menentukan perlu tidaknya penerapan hukum pidana dalam penegakan hukumnya.

Share

COinS