Abstract
This study analyzed the theories, norms, and practice of simple evidence (pembuktian sederhana) which have become the requirements for bankruptcy petition applications. The evidence applied in the procedure law of the bankruptcy petition and the Suspension of Debt Repayment Obligation or PKPU was simple evidence. The existence of the simple evidence requirement actually caused the bankruptcy petition to have a complication and legal uncertainty. Therefore, the norm of simple evidence needs to be reconstructed. The aspects that have fulfilled simple evidence in the bankruptcy petition or PKPU application included two (2) bankruptcy requirements, namely, unpaid debt that has matured and is collectible and the presence of at least two creditors. The research results found that the Bankruptcy Law determined that simple evidence in bankruptcy was necessary. However, the Bankruptcy Law did not definitively set the limits referred to as simple evidence, which resulted in norm obscurity. In practice, the judges had rejected bankruptcy petitions with unimportant considerations in evidence. In addition, disparities took place in bankruptcy decisions in applying simple evidence because there were complicated cases regarding the conditions for bankruptcy petitions. The court, on the other hand, considered and decided that the cases were not simple. Conversely, there were also simple cases that were adjudicated by the court to be not simple, thus, their bankruptcy petitions were overruled.
Bahasa Abstract
Penelitian ini menganalisis teori, norma, dan praktik pembuktian sederhana yang telah menjadi persyaratan untuk permohonan petisi kebangkrutan. Bukti yang diterapkan dalam hukum acara dari permohonan kebangkrutan dan Penangguhan Kewajiban Pembayaran Utang, atau PKPU. Adanya persyaratan bukti yang sederhana sebenarnya membuat petisi kebangkrutan menjadi komplikasi dan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, norma bukti sederhana perlu direkonstruksi. Beban itu dipenuhi dalam permohonan kebangkrutan dan permohonan PKPU dengan dua (2) persyaratan, yaitu, utang yang belum dibayar yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dan kehadiran setidaknya dua kreditor. Hasil penelitian menemukan bahwa UU Kepailitan membutuhkan bukti sederhana. Yang mengatakan bahwa Undang-Undang tidak secara definitif menetapkan batas-batas pada bukti semacam itu, yang membuat norma dikaburkan. Dalam praktiknya, para hakim telah menolak petisi kebangkrutan dengan bukti tidak penting. Selain itu, perbedaan muncul dalam keputusan yang rumit sehubungan dengan persyaratan petisi. Pengadilan memutuskan bahwa kasusnya tidak sesederhana itu. Sebaliknya, ada juga kasuskasus sederhana yang diputuskan oleh pengadilan untuk tidak sederhana dan yang permohonan kebangkrutannya ditolak.
References
Legal Documents
Indonesia. Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Law on Bankruptcy and Suspension Of Obligation For Payment Of Debts). UU No. 37 Tahun 2004, LN No. 131 Tahun 2004. (Law No. 37 of 2004, SG No. 131 of 2004).
References To Indonesian Cases
Commercial Court of District Court of Central Jakarta, ”Decision No. 41/Pdt.Sus/Pilit/2013/PN.NIAGA.JKT.PST.
Supreme Court of Republic of Indonesia, ”Decision No. 515 K/Pdt.Sus-Pailit/2013.
Commercial Court of District Court of Central Jakarta, ”Decision No. 32/Pailit/2000/PN.Niaga/Jkt.Pst
Supreme Court of Republic of Indonesia, ”Decision No. 21 K/N/2000 Tanggal 1 Agustus 2000.
Commercial Court of District Court of Surabaya , ”Decision No. 04/PKPU/2009/PN.Niaga.Sby.
Books
Algra. N.E., Inleiding tot Het Nederlands Privaatrecht. Groningen : Tjeenk Willink, 1974.
Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary. St. Paul Minnasota: West Publishing Co., 1999.
Declercq, Peter J.M.. Netherlands Insolvency Law : The Netherlands Bankruptcy Act and The Most Important Legal Concept. The Haque : T.M.C. Asser Press, 2002.
Hoff, Jerry. Indonesia Bankruptcy Law. Jakarta : Tatanusa, 1999.
J. Djohansjah. ”Kreditor Preferen dan Separatis”, Dalam : Emmy Yuhassarie (ed.), Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004.
Kartono. Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran. Jakarta : Pradnya Paramita, 1982.
Lusk, Harold F.. Business Law : Principles and Cases. Homewood Illinois : Richard D. Irwin Inc.,1986.
Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Pedoman Menangani Perkara Kepailitan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.
Muljadi, Kartini. ”Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis dalam Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie, Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2004.
Setiawan. ”Komentar Atas Putusan Pengadilan Niaga No. 13/ 2004 j.o. Mahkamah Agung No. 8/ 2004”, Dalam : Valerie Selvie Sinaga (ed.), Analisa Putusan Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Jakarta. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Katolik Atma Jaya, 2005.
Shubhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Pengadilan. Jakarta : Prenada Media Group, cet. Ke-5, 2015.
Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan : Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Jakarta : Grafiti, 2002.
Fred BG Tumbuan. ”Mencermati Makna Debitor, Kreditor dan Utang Berkaitan Dengan Kepailitan”, Dalam : Emmy Yuhassarie (ed.), Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya. Jakarta : Pusat Pengkajian Hukum, 2002.
Recommended Citation
Shubhan, M. Hadi
(2019)
"DECONSTRUCTING SIMPLE EVIDENCE IN BANKRUPTCY PETITION FOR LEGAL CERTAINTY,"
Indonesia Law Review: Vol. 9:
No.
2, Article 2.
DOI: 10.15742/ilrev.v9n2.527
Available at:
https://scholarhub.ui.ac.id/ilrev/vol9/iss2/2