•  
  •  
 

Abstract

Social Forestry as a forest management system based on the independence and participation of local communities, ensuring the participation of the community's direct role in forest development can provide maximum benefits to local communities and indigenous peoples. Indonesia, as one of the countries that began to initiate social forestry programe, through the ministry of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia, has provided legal certainty for the local community and indigenous people to obtain forest access as requested. Various types of social forestry schemes, namely Village Forests, Customary Forests, Community Plantation Forests, Community Forests, Community Forests, and Forestry Partnerships are provided by the Government of Indonesia with the noble goal of providing access for local communities and indigenous communities to manage forests independently and so that they can enjoy the results of the production of these forests economically, so that their lives are in accordance with what is expected to create a just life for all the people of Indonesia. Local communities and indigenous and tribal peoples who have approved their financial sustainability in the 1945 Constitution, can be agreed to have enjoyed economic rights in the Indonesian constitution through Social Forestry. Constitutional rights related to forestry management in this case are included in the management of natural resources as contained in Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution which states that land and water and natural resources in Indonesia are intended for the greatest prosperity of the people of Indonesia. This paper is expected to provide an explanation of social forestry as a program from the government to fulfill the constitutional rights of the 1945 Constitution as economic rights for the people of Indonesia.

Key Words: Social Forestry, Ministry of Environment and Forestry of The Republic of Indonesia, Constitutional Right, Local Communities/Indigenous People, Article 33 paragraph (3) of the 1945 Constitution.

Bahasa Abstract

Perhutanan Sosial sebagai suatu sistem pengelolaan hutan berbasis kemandirian dan keterlibatan masyarakat setempat, menjamin adanya peranan langsung dari masyarakat. Agar pengembangan hutan dapat memberikan manfaat sebanyak-banyaknya untuk masyarakat setempat maupun masyarakat hukum adat. Indonesia, sebagai salah satu negara yang mulai menggagas program perhutanan sosial, melalui kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, telah memberikan kepastian hukum bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat tuntuk mengakses pengelolaan hutan tersebut melalui permohonan berbagai macam skema penerbitan Izin pengelolaan hutan. Berbagai macam skema perhutanan sosial yaitu Hutan Desa, Hutan Adat, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, dan Kemitraan Kehutanan disediakan oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan mulia yaitu memberikan akses bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat untuk mengelola hutan secara mandiri dan agar mereka dapat menikmati hasil dari produksi hutan tersebut secara ekonomis, sehingga kehidupan mereka telah sesuai dengan apa yang diharapkan agar terciptanya kehidupan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang telah dijamin keberlangsungan perekonomiannya dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dapat dikatakan telah menikmati hak – hak ekonomi dalam konstitusi Indonesia melalui Perhutanan Sosial. Hak konstitusional terkait dengan pengelolaan perhutanan dalam hal ini termasuk kedalam pengelolaan sumber daya alam sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam di Indonesia ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan penjelasan bahwa perhutanan sosial sebagai program dari pemerintah dapat memenuhi hak konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu berupa hak ekonomi bagi masyarakat Indonesia.

Kata Kunci: Perhutanan Sosial, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, hak konstitusional, masyarakat setempat/hukum adat, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

References

Artikel:

Angkasawati, Masyarakat Desa, Publiciana: Jurnal ilmu sosial dan ilmu politik diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Tulungagung, Vol. 8 Tahun 2015.

Astim Riyanto, Astim. Sistem Hukum Negara-Negara Asia Tenggara, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37 No. 2 April – Juni 2007.

Concepta Mukasa, Concepta. et.al., Gender and Forestry in Uganda: Policy, legal and institutional Frameworks (Bogor: Center for International Forestry Research, 2012.

Effendi, Tadjuddin. Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini, Jurnal Pemikiran Sosiologi, Volume 2 No.1,

Gregersen, Hans. M. “People, Trees And Rural Development: The Role Of Social Forestry”, SFFG 201: Learning Guide No. 1, 1st Sem, Ay 2009-2010 – J. M. Pulhin.

Hooker, Ann Mead. Introduction to World Forestry; The Last Tree: Reclaiming the Environment in Tropical Asia; Gender Bias: Roadblock to Sustainable Development; Managing the World's Forests: Looking for Balance between Conservation and Development, Natural Resources Journal, 33 Nat Resources J. 2 (The North American Experience Managing International Transboundary Water Resources: The International Joint Commission and the International Boundary and Water Commission, Part 2).

M, Moeljono. et.all., Ijin Saja Tidak Cukup: Belajar dari Hutan Kemasyarakatan (HKM) di Bulukumba. Brief 50 (Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program, 2015.

Susilo, Sri dan Nairobi, “Dampak Perhutanan Sosial Terhadap Masyarakat”, ISEI Economic Review Vol. III, No. 1, Maret 2019, hal. 17.

Buku

Asshidiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi.Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2016.

---------------------- Gagasan Konstitusi Sosial: Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan Sosial Masyarakat Madani. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2015.

Benidickson, Jamie. et.al., Environmental Law and Sustainability after Rio, The IUCN Academy of Environmental Law Series (Cheltenham: Edward Elgar Publishing, 2011)

Buongiorno, Joseph. et.all, The Global Forest Products. Oxford: Elsevier Science, 2003.

Djajadiningrat, Surna Tjahja. et.all., Green Economy: Ekonomi Hijau, Edisi Revisi (Bandung: Rekayasa Sains, 2014.

Gilmour, Don. Forty Years of Community-based Forestry: a review of its extent and effectiveness (Roma: Food and Agriculture Organization of The United Nations , 2016.

H.S, Salim. Pengantar Hukum Sumber Daya Alam. Depok, Rajawali Pers, 2018.

Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Rancangan Awal RPJMN 2015-2019.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018 (Jakarta: Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2018)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Dampak Perhutanan Sosial: Perspektif Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan.

Manan, Bagir. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara (Bandung: Mandar Maju, 1995.

Palguna, I Dewa Gede. Pengaduan Konstitusional (Constitutional Complaint): Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Hak-Hak Konstitusional Warga Negara. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Sheperd, Gill. Social Forestry Network (London: Overseas Development Institute, 1985.

Peraturan

Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Indonesia, Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup, UU No. 32 Tahun 2009, LN Tahun 2009 Nomor 140, TLN Nomor 5059.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, LN Nomor 167 Tahun 1999, TLN Nomor 3888.

Indonesia, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016

Internet

Deforestation in Peru, https://www.worldwildlife.org/magazine/issues/fall- 2015/articles/deforestation-in-peru , dikutip pada hari Jum’at, 8 November 2019, pukul 16.03 WIB.

Share

COinS