•  
  •  
 

Abstract

Indonesia has more than 12 years enjoyed the struggle that transformed an authoritarian government into an open government. After 12 years of reform, the government or government officials are no exception the President can be corrected and criticized by anyone. Public demands that government always be monitored also play a role in strengthening the legislative function in Indonesia to strengthen oversight of the executive (government), on the pretext that the legislative organ (DPR) is a representation of the Indonesian people. The people want the administration to be carried out effectively, efficiently, tranparently, accountably, and responsibly. Tranparent means that all policies carried out by organizing are carried out openly, everyone can carry out direct supervision so they can provide an assassment of the results achieved. To carry out his government, the head of government has the privilege called the prerogative. This prerogative was born from a presidential government system adopted in Indonesia. The President’s authority to use prerogative rights cannot actually be interfered with by other state institutions, but in order to realize checks and balances and eliminate the trauma of the Indonesia people over the authoritarian attitude shown by the ruler of orde baru, the people expect the executive power led by the President can be monitored and can be accounted. In the practice of state administration today, prerogative rights are no longer absolute and independent. This privilege can be said to have been narrowed, because it is only given in limited matters and to certain powers, namely as in the monarchy system of government, to the King. Government systems ini modern countries that have implemented democracy as a reference for governance, this prerogative model must be limited as a step to facilitate public accountability for the running of a government, so that people can exercise social control over policies framed by this privilege.

Keywords: supervision, people’s representation, government system, authority, and democracy.

Bahasa Abstract

Indonesia telah lebih dari 12 tahun menikmati buah perjuangan yang mengubah pemerintahan otoriter menjadi pemerintahan yang terbuka. Setelah 12 tahun reformasi, pemerintah atau pejabat pemerintahan tidak terkecuali Presiden menjadi dapat dikoreksi dan dikritik oleh siapapun. Tuntutan masyarakat agar pemerintahan selalu dapat diawasi juga berperan dalam penguatan fungsi legislatif di Indonesia untuk memperkuat pengawasan terhadap eksekutif (pemerintah), dengan dalih bahwa lembaga legislatif (DPR) merupakan representasi rakyat Indonesia. Rakyat menginginkan jalannya pemerintahan dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan bertanggungjawab. Transparan berarti bahwa segala kebijakan yang dilakukan oleh penyelenggaran dilaksanakan secara terbuka, semua orang dapat melakukan pengawasan secara langsung sehingga mereka dapat memberikan penilaian terhadap hasil yang dicapai. Untuk menjalankan pemerintahannya, kepala pemerintahan memiliki hak istimewa yang disebut sebagai hak prerogatif. Hak Prerogatif ini lahir dari sistem pemerintahan presidensil yang dianut di Indonesia. Kewenangan Presiden untuk menggunakan hak prerogatif sebenarnya tidak dapat dicampuri oleh lembaga negara lainnya, tetapi dalam rangka mewujudkan checks and balances dan menghilangkan trauma rakyat Indonesia atas sikap otoriter yang ditunjukkan oleh penguasa orde baru, rakyat mengharapkan kekuasaan eksekutif yang dipimpin oleh Presiden dapat diawasi dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam praktek ketatanegaraan negara-negara modern saat ini, hak prerogatif tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri. Hak istimewa ini dapat dikatakan sudah mengalami penyempitan, karena hanya diberikan dalam hal-hal terbatas dan kepada kekuasaan tertentu saja, yaitu seperti dalam sistem pemerintahan monarki, kepada Raja. Sistem pemerintahan dalam negara-negara modern yang telah menerapkan demokrasi sebagai arah acuan ketata pemerintahan, model hak prerogatif ini harus dibatasi sebagai langkah untuk mempermudah pertanggungjawaban publik atas jalannya suatu pemerintahan, sehingga rakyat dapat melakukan kontrol sosial atas kebijakan-kebijakan yang dibingkai dengan hak istimewa ini.

Kata Kunci: pengawasan, representasi rakyat, sistem pemerintahan, kewenangan, dan demokrasi.

References

Artikel

Alrasyid, Harun. Kajian Sistem Pemerintahan dan Ruang Lingkupnya, Majalah Basement, Vol. 3 No. III, Juni 2002.

Luthan, Salman. Dialektika Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Hukum No. 14 Vol. 7, Agustus 2008.

Maryam, Neneng Siti. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Volume VI No. 1, Juni 2016.

Buku

Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Asshiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Jakarta: Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Asshiddiqie, Jimly. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008.

Atmadja, I Dewa Gede, dkk. Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Malang: Setara Press, 2015.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Ghoffar, Abdul. Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan Amandemen UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1993.

Indrayana, Denny. Indonesia Optimis, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2011.

Isra, Saldi. Menguatnya Fungsi Legislasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.

Kantaprawira, Rusdi. Hukum dan Kekuasaan, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 1998.

Kelsen, Hans. Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa Media, 2011.

Kusnardi, Moh. dan Bintan R. Saragih. Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008.

Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PSHTN FHUI, 1983.

Lijphart, Arend. Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

MD, Moh. Mahfud. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 1993.

MD, Moh. Mahfud. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta: Rajawali Press, 2010.

Mulyosudarmo, Suwoto. Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia: Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan, Jakarta: Universitas Airlangga, 1990.

Sarbaini dan Muhammad Elmy. Negara Hukum dan Demokrasi, Banjarmasin: P3AI, 2013.

Setiardja, A. Gunawan. Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Soehino. Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Sumali. Reduksi Kekuasaan Eksekutif di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang, Malang: UMM Press, 2002.

Suny, Ismail. Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta: Aksara Baru, 1987.

Thaib, Dahlan. Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, Yogyakarta: Liberty, 1999.

Utrecht, E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Pustaka Tinta Emas, 1982.

Peraturan

Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (sebelum amandemen).

Indonesia,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (setelah amandemen).

Majalah dan Media Cetak

Majalah Figur Edisi IX, 2017.

Harian Umum Pelita, 22 Agustus 2011.

Kompas, 25 Agustus 2011.

Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

Share

COinS