•  
  •  
 

Abstract

The phenomenon of the proliferation of public officials and political figures who have been caught up in corruption cases has caused enough efforts by law enforcement officials to stop it. Article 10 letter b number 1 of the Criminal Code states that additional sanctions can be in the form of revocation of certain rights. This study aims to determine the regulation regarding revocation of the right to vote and be elected in public office as an additional crime for perpetrators of corruption in terms of human rights perspective. This research used descriptive analytical, which describes the facts in the form of secondary data to select relevant information data that supports research. As we know that the right to vote and the right to be elected is a basic right of citizens. Indonesia recognizes the existence of these rights by regulating them in law, one of which is the political right of ex-convicts of corruption to occupy public positions. Regulations and decisions that restrict ex-convicts of corruption to occupy public positions, namely Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government. In Article 58 letter f which has never been sentenced to imprisonment based on a court decision that has obtained permanent legal force because of committing a crime that is threatened with imprisonment of five years or more. However, in its development, the Constitutional Court's decision Number 4/PUU-VII/2009 and the Supreme Court's Decision Number 46 P/HUM/2018, both of these decisions stated that ex-convicts could occupy public positions within a period of 5 (five) years counted after the completion of imprisonment and stated to the public openly and honestly that the concerned ex-convict

Bahasa Abstract

Fenomena maraknya para pejabat publik dan tokoh politik yang terjerat kasus tindak pidana korupsi, sudah cukup menimbulkan beragam upaya-upaya aparat penegak hukum untuk menghentikannya. Pasal 10 huruf b angka 1 KUHP menyebutkan bahwa pidana tambahan dapat berupa pencabutan hak-hak tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai pencabutan hak memilih dan di pilih dalam jabatan publik sebagai tindak pidana tambahan bagi pelaku tindak pidana korupsi ditinjau dari prespektif HAM. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu melukiskan fakta-fakta yang berupa data sekunder untuk memilih data-data informasi yang relevan yang mendukung penelitian. Sebagaimana diketahui bahwa hak memilih dan hak dipilih merupakan hak dasar warga negara. Indonesia mengakui keberadaaan hak-hak tersebut dengan mengaturnya dalam undang-undang, salah satunya adalah hak politik mantan narapidana tindak pidana korupsi untuk menduduki jabatan publik. Peraturan dan putusan yang membatasi mantan narapida tindak pidana korupsi untuk menduduki jabatan publik, yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 58 huruf f yang berbunyi tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Namun dalam perkembangannya, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2009 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018, yang mana kedua putusan tersebut menyatakan bahwa mantan narapidana dapat menduduki jabatan publik dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung setelah selesainya pidana penjara dan mengemukakan kepada publik secara terbuka dan jujur bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Hak Memilih dan Dipilih, Pencabutan Hak, Tindak Pidana Korupsi, Jabatan Publik.

References

Artikel

Ansori. (2016). “Penghilangan Hak Politik Perspektif Sistem Demokrasi”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, No. 1. Juni.

Handayani, Yeni. (2014). “Hak Mantan Narapidana Sebagai Pejabat Publik Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia”. Jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional, 29 September.

Merdenis. (2013). “Kontemplasi dan Analisis Terhadap Klasifikasi dan Politik Hukum Penegak HAM di Indonesia”. Jurnal Rechtsvinding Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 2, No. 3, Desember.

M. Ramli, Ahmad. (2008). “Peran Hukum Dalam Penegakan Hak-Hak Dasar Rakyat Pasca Satu Dekade Reformasi”. Majalah Hukum Nasional, Nomor 1.

Muharosa, Haliva. (2016). “Tinjauan Yuridis Terhadap Pencabutan Hak Politik Bagi Terpidana Korupsi Di Indonesia”. JOM Fakultas Hukum, Vol. III, No. 1, Februari.

Rosjidi Ranggawidjaja, H. (2010). “Pembatasan Konstitusional Hak Warga Negara Untuk Memilih dan Dipilih dalam Jabatan Publik”. Jurnal Konstitusi PSKN-FH Universitas Padjajaran, Vol. II, No. 2, November.

Buku

Arinanto, Satya. (2015). Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik di Indonesia. Cet. 4. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015.

---------------------. (2018). Politik Hukum 2. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Asshiddiqie, Jimly. (2005). Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta: Konstitusi Press. Danil, Elwi. (2014). Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Fuady, Munir. (2011). Teori Negara Hukum Modern Rechtstaat. Bandung: PT. Reflika Aditama.

Hartanti, Evi. (2010). Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Hatta Ali, M. dan Amran Suadi. (2014). Sistem Pengawasan Badan Peradilan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Manan, Bagir. (2001). Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Bandung: PT. Alumni.

Marwan, M & Jimmy P. (2009). Kamus Hukum. Yogyakarta: Gama Press.

Waluyo, Bambang. (2004). Pidana dan Pemidanaan, Cet Ke-2. Jakarta: Sinar Grafika.

Internet

Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018. Diakses Pada putusan3.mahkamahagung.go.id Pada Tanggal 20 Desember 2019, Pukul 20.00 wib

Peraturan

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Indonesia. Undang-Undang tentang Permasyarakatan. UU Nomor 12 Tahun 1995, LN Tahun 1995 Nomor 77. TLN Nomor 3614.

Indonesia. Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 39 tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 165. TLN Nomor 3886.

Indonesia. Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU Nomor 31 tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 140. TLN Nomor 3874.

Indonesia. Undang-Undang tentang tentang Pengesahan International Convenant On Civil And Political Rights (Konvesi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik). UU Nomor 12 Tahun 2005, LN Tahun 2005 Nomor 119. TLN Nomor 4558.

Indonesia. Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU Nomor 12 Tahun 2008, LN Tahun 2008 Nomor 59. TLN Nomor 4844.

Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. UU No. 10 Tahun 2016, LN Tahun 2016 No. 130, TLN No. 5898.

Seminar

Asshiddiqie, Jimly. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Materi yang disampaikan dalam Stadium General pada acara The 1st National Converence Corporate Forum for Community Development, Jakarta, 19 Desember 2005.

Share

COinS