•  
  •  
 

Abstract

This article identifies and examines the policy formulation of the ultimum remedium principle in criminalizing corporations in Indonesia. The source of criminal law is found in the Criminal Code (KUHP) and laws outside the Criminal Code. The principle of ultimum remedium in corporate punishment is not recognized in the Criminal Code. Limited ultimum remedium-based corporate penalties are found in various laws containing offenses in the fields of taxation, customs, excise and the environment. Normatively, the process of prosecuting a corporation is a last resort, and the main step required is fulfilling the obligation to pay off losses to state revenue, paying off import duties that are not or underpaid or after paying off excise that is not and/or underpaid. From this policy formulation, it can be seen that the principle of ultimum remedium in corporate punishment is partial.

Bahasa Abstract

Artikel ini mengidentifikasi dan mengkaji rumusan kebijakan asas ultimum remedium dalam kriminalisasi korporasi di Indonesia. Sumber hukum pidana terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan undang-undang di luar KUHP. Asas ultimum remedium dalam pemidanaan korporasi tidak diakui dalam KUHP. Sanksi korporasi berbasis ultimum remedium terbatas ditemukan dalam berbagai undang-undang yang memuat pelanggaran di bidang perpajakan, kepabeanan, cukai, dan lingkungan hidup. Secara normatif, proses penuntutan korporasi merupakan upaya terakhir, dan langkah utama yang diperlukan adalah memenuhi kewajiban melunasi kerugian penerimaan negara, melunasi bea masuk yang tidak atau kurang dibayar, atau setelah melunasi cukai yang tidak dan/atau dibayar rendah. Dari rumusan kebijakan tersebut terlihat bahwa asas ultimum remedium dalam pemidanaan korporasi bersifat parsial.

Share

COinS