•  
  •  
 

Abstract

As stated in the Constitution of the Republic of Indonesia that the Indonesian state is a state based on the rule of law (rechtstaat). Indonesia as a state of law tends to be positivist, by creating laws and regulations as one of the fundamental instruments in running the country. The government regulates and restricts officials as well as citizens to act through legislation in order to materialize the country's goals. These restrictions are intended so that the authorities do not act arbitrarily because it has the potential in causing legal uncertainty and threats to justice acquired by the citizens. Meanwhile, along with the spirit of bureaucratic reform, the Government altered the concept of apparatus’ behavior which were originally negative fictitious to become positive fictitious through Law Number 30 of 2014 in regard of Government Administration. The adoption of the Lex Silencio Positivo concept into this Law requires administrative authorities to respond to or issue decisions / actions submitted to them within a certain time limit which in practice actually has the potential to clash with certain other administrative action time limits. In the end, the limitation of the time period based on positive fiction can even hamper extraordinary legal remedies in land disputes and risk damaging justice and human rights for state officials / officials who carry out state duties.

Bahasa Abstract

Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat). Indonesia sebagai negara hukum cenderung positivis, dengan menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu instrumen fundamental dalam menjalankan negara. Pemerintah mengatur dan membatasi aparat serta warga negara untuk bertindak melalui peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Pembatasan bertujuan agar penguasa tidak bertindak semena-mena karena berpotensi menyebabkan ketidakpastian hukum dan ancaman bagi keadilan yang diperoleh warga masyarakat. Sementara itu dengan semangat reformasi birokrasi Pemerintah mengubah konsep tindakan aparaturnya yang semula fiktif negatif menjadi fiktif positif melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pengadopsian konsep Lex Silencio Positivo ke dalam Undang-Undang ini mensyaratkan otoritas administrasi untuk menanggapi atau mengeluarkan keputusan/tindakan yang diajukan kepadanya dalam limit waktu tertentu yang ternyata pada praktiknya malah berpotensi untuk berbenturan dengan limit waktu tindakan administrativ tertentu lainnya. Pada akhirnya pembatasan jangka waktu berdasar fiktif positif ini malah dapat menghambat upaya hukum luar biasa dalam sengketa pertanahan dan beresiko mencederai keadilan serta hak asasi manusia bagi pejabat/aparatur negara yang melaksanakan tugas negara.

Kata Kunci: Peraturan Perundang-Undangan, Negara Hukum, Fiktif Negatif, Fiktif Positif, Lex Silencio Positivo, Aparatur Negara.

References

Buku

Apeldoorn, L.J. van. Pengantar Ilmu Hukum [Inleiding Tot De Studie van Get Nederlanse Recht]. Diterjemahkan oleh Oetarid Sadino. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1985.

Dhamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Rajawali, 1984.

Halim, A. Ridwan. Pengantar Ilmu Hukum. Ed. 2. Bogor: Ghalia Indonesia, Oktober 2005.

Harmaily, M. Kusnadi. Hukum Tata Negara. Cet. 7. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar Bakti, 1988.

HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Ed. Rev. Cet.7. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Ibrahim, Johny. Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyu Media, 2008.

Jansen, Oswald. Comparative Inventory of Silencio Positivo. Utrecht: Utrecht School of Law, 2008.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T. Kansil. Modul Hukum Administrasi Negara. Cet. 2. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005.

Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Ed. 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Mawardi, Irvam. Paradigma Baru PTUN Respon Peradilan Administrasi Terhadap Demokrasi. Yogyakarta: Thafa Media, 2016.

Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Standar Pelayanan Peradilan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Jakarta: Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, 2014.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Radjawali, 1985.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: UI-Press, 1986.

Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Kartini, 1991.

Artikel

Heriyanto, Bambang. “Problematika Penyelesaian Perkara “Fiktif Positif” Di Pengadilan Tata Usaha Negara.” Pakuan Law Review Volume 5 Nomor 1 (Januari-Juni 2019). Hlm. 38-56.

Marvin, Renius Albert dan Anna Erliyana. “Polemik Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Ke Pengadilan Tata Usaha Negara.” Jurnal Hukum & Pembangunan 49 No. 4 (2019). Hlm. 942-958.

Nasution, Bahder Johan. “Kajian Filosofis Tentang Hukum dan Keadilan dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern,” Jurnal Yustisia UNS. Vol. 3, No. 2 (Mei-Agustus 2014). Hlm. 118-130.

Rodding, Budiamin. “Keputusan Fiktif Negatif dan Fiktif Positif Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.” Tanjungpura Law Journal Vol. 1 Issue 1 (January 2017). Hlm. 26-37.

Makalah

Hamzah, M. Guntur. “Paradigma Baru Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (Kaitannya dengan Perkembangan Hukum Acara Peratun).” Makalah disampaikan pada Seminar Sehari dalam rangka HUT Peradilan Tata Usaha Negara ke-26, Jakarta, 26 Januari 2016.

MD, Mahfud. “Penegakkan Hukum dan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.” Makalah disampaikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA, Jakarta, 8 Jnauari 2009.

Peraturan

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV.

________. Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2403.

________. Undang-Undang Mahkamah Agung, UU No. 14 Tahun 1985, LN No. 73 Tahun 1985, TLN No. 3316.

________. Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 5 Tahun 1986, LN No. 77 Tahun 1986, TLN No. 3344.

________. Undang-Undang Keuangan Negara, UU No. 17 Tahun 2003, LN No. 47 Tahun 2003, TLN No. 4286.

________. Undang-Undang Perbendaharaan Negara, UU No. 1 Tahun 2004, LN No. 5 Tahun 2004, TLN No. 4355.

________. Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia, UU No. 16 Tahun 2004, LN No. 67 Tahun 2004, TLN No. 4401.

________. Undang-Undang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009, LN No. 112 Tahun 2009, TLN No. 5038.

________. Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, UU No. 51 Tahun 2009, LN No. 160 Tahun 2009, TLN No. 5079.

________. Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, UU No. 30 Tahun 2014, LN No. 292 Tahun 2014, TLN No. 5601.

Putusan Pengadilan

Pengadilan Tata Usaha Negara Pontianak. Putusan No. 39/G/2011/PTUN.PTK. tanggal 20 Mei 2012.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan No. 248/B/2012/PT.TUN.JKT tanggal 20 Mei 2013

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan No. 484 K/TUN/2013. tanggal 6 Februari 2014.

_________________________________. Putusan No. 96 PK/TUN/2015. tanggal 8 Desember 2015.

Internet

Anggriani, Desi. “Pemerintah Segera Rumuskan Sanksi Bagi K/L Yang Tak Dapat WTP” https://m.medcom.id/ekonomi/makro/PNg4LoRb-pemerintah-segera-rumuskan-sanksi-bagi-k-l-yang-tak-dapat-wtp. Diakses 10 Mei 2020.

Putri, Arum Sutrisni. “Korupsi: Pengertian, Penyebab dan Dampaknya” https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/11/185540869/korupsi-pengertian-penyebab-dan-dampaknya?page=all. Diakses 11 Mei 2020.

Supriatin. “Ini Lima Kementerian dan Lembaga Tak Dapat Opini WTP dari BPK” https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-lima-kementerian-dan-lembaga-tak-dapat-opini-wtp-dari-bpk.html. Diakses 3 Mei 2020.

WS, Triono. “Praktisi Hukum: Dahlan Iskan Harus Dinyatakan Tak Bersalah” https://news.detik.com/berita/2935604/praktisi-hukum-dahlan-iskan-harus-dinyatakan-tak-bersalah? 9922022=. Diakses 7 Mei 2020.

Share

COinS